Senin, 10 Juni 2013

Oseanografi Fisika-1



Soal :
1.      a. Berapa konsentrasi K + jika salinitas
(i) naik menjadi 40?
(ii) turun ke 25?
b. Apa yang terjadi untuk rasio K + air laut untuk kasus-kasus (i) dan (ii) pada soal (a)?
2.      Bagaimana mekanisme terbentuknya es di salinitas <24,7 o/oo dan >24,7 o/oo ??
3.      Kenapa air pada dasar palung tidak pernah membeku padahal sinar matahari hanya mengenai bagian permukaan air saja ??
4.      Di daerah mana saja yang bisa mengubah kekonstanan komposisi air laut?

Jawab :
1.      a. Dik  : [K+] = 0, 011 x 36 ‰ pada salinitas 36 ‰
                 Dit  : -  [K+] pada salinitas naik menjadi 40 ‰ = . . . ??
-          [K+] pada salinitas turun menjadi 25 ‰ = . . . ??
Jawab  :
[K+] pada salinitas naik menjadi 40 ‰ :

[K+]diketahui             [K+]ditanya
                        =
  Sdiketauhi                       S

0,011 x 36 ‰              [K+]
                        =
       36 ‰                    40 ‰


     0,011 x 36 (40)
[K+]     =                                  =  0,44 ‰
                        36


[K+] pada salinitas turun menjadi 25 ‰ :

[K+]diketahui             [K+]ditanya
                        =
  Sdiketauhi                       S

0,011 x 36 ‰              [K+]
                        =
       36 ‰                    25 ‰


     0,011 x 36 (25)
[K+]     =                                  =  0,275 ‰
                        36

b.      Bahwa perbandingan antara unsur-unsur atau perbandingan antara unsur utama dengan salinitas total di semua laut adalah tetap atau konstan, meskipun salinitasnya berbeda, tetapi perbandingannya selalu sama. Ketika konsentrasi potassium [K+] bertambah, maka salinitas akan meningkat. Namun, apabila konsentrasi potassium [K+] berkurang, maka salinitas akan menurun. Artinya, konsentrasi potassium berbanding lurus dengan perubahan salinitas.
2.      Proses pembekuan lapisan es di perairan, baik di perairan tawar maupun air laut, sangat bergantung pada densitas massa air yang terdapat di perairan tersebut. Densitas sangat penting karena dapat mempengaruhi pergerakan massa air secara vertical. Massa air yang mengalami perubahan densitas akan mengalami pergerakan secara vertical dan mengalami proses konveksi. Proses konveksi adalah proses pergerakan.
Dalam hal ini, pergerakan yang dimaksud adalah pergerakan massa air secara vertical. Dimana massa air yang memiliki densitas lebih besar, sehingga lebih berat dan memiliki suhu lebih dingin, akan tenggelam ke bawah. Massa air yang di permukaan digantikan oleh massa air yang memiliki nilai densitas lebih kecil, lebih ringan dan lebih hangat.
Densitas dipengaruhi oleh dua factor, yaitu suhu dan salinitasnya. Densitas akan meningkat secara linier seiring dengan bertambahnya nilai salinitas. Tetapi pengaruh suhu tidaklah demikian. Secara umum, penurunan suhu akan mengakibatkan densitas meningkat. Namun hal itu terjadi selama air berada di bawah suhu yang mengakibatkan densitas maksimum. Pada Gbr 1 terlihat, pada suhu 40C, densitas telah mencapai nilai maksimum (1,00 g/cm3), sehingga bila suhu terus menurun hingga akhirnya membeku, densitas justru akan mengalami penurunan juga.
Densitas yang berbeda pada air tawar dan air laut juga menyebabkan proses pembentukan lapisan es pada keduanya juga berbeda. Pembentukan es, selain dipengaruhi oleh nilai densitasnya, juga dipengaruhi oleh suhu yang menjadi titik beku dan titik densitas maksimum. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBJBJSBVki0VpU5MkO6GhzWsV6hYzptK3rjEWG7_gS8eAgmwQVMDM1I-efxH-0dPDnsaWSuOpyQOQefFP3DR0vtzYUVYaVxiiySBdq3owc6QSomH8eGcddpvLgpi02ewo9AqVyJjTeDcbr/s400/densitas.png
Diagram temperature-density pada air tawar

Pada air tawar, titik beku terjadi pada suhu 00C dan titik densitas maksimum pada suhu 40C. Hal ini berarti air akan melalui suhu yang memaksimumkan densitas massa air terlebih dahulu baru kemudian melalui titik bekunya. Saat air mencapai suhu densitas maksimum, air menjadi lebih ringan. Massa air tidak lagi mengalami proses konveksi. Penurunan suhu yang terus terjadi akan mendinginkan massa air.
Pendinginan terjadi hanya pada lapisan wind mixed layer (campuran akibat angin) saja. Massa air pada lapisan ini akan membeku dan kemudian menjadi lapisan es. Karena lapisan es lebih ringan dibandingkan air, meskipun secara volume es lebih besar, es akan terapung di atas air. Sedangkan pada lapisan air yang lebih dalam akan berisi massa air yang memilikii densitas maksimum.
Berbeda dengan air tawar, pada air bersalinitas tinggi tidaklah mudah terbentuk lapisan es. Sebagai pengingat, semakin tinggi salinitas, maka makin besar pula nilai densitas. Air tawar memiliki densitas yang lebih kecil sehingga proses pembentukan lapisan es pada air tawar lebih mudah dibandingkan pada air bersalinitas tinggi. Gbr 2 menunjukkan titik beku dan titik densitas maksimum pada suhu dan salinitas yang berbeda. Titik pertemuan antara titik beku dan titik densitas maksimum adalah pada salinitas 24,7 ‰, pada suhu -1,3320C.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAdLMu8nRWz-lHPcRU2zikFS0bhKoHXW4BunUtmYE4w0s83t1rH0OPEs6Bt-Jrg_8pH80lNCjVuXdwLWnZXc0LDNl9hhSobeBs4ikpiO0rO9MYCzkQgMjl8HQKgsAWoNyK08ve_A1mUx8a/s400/suhu+salin.jpg
Diagram suhu dan salinitas

Air yang bersalinitas kurang dari 24,7 ‰, memiliki titik beku yang lebih rendah daripada titik densitas maksimum. Artinya massa air akan melalui suhu yang menyebabkan densitas menjadi maksimum dan berhentinya proses konveksi terlebih dahulu sebelum mencapai suhu yang menyebabkan air menjadi beku. Pada air bersalinitas kurang dari 24,7 ‰ memiliki prinsip yang sama seperti air tawar. Sehingga proses pembentukan lapisan esnya juga sama seperti pembentukan es yang terjadi pada air tawar.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku bagi massa air yang memiliki salinitas di atas 24,7 ‰. Pada massa air bersalinitas lebih tinggi, air akan melalui titik bekunya terlebih dahulu baru kemudian mencapai titik densitas maksimum. Hal ini berarti selama terjadi proses pendinginan, dalam keseluruhan kolom air masih terjadi proses konveksi vertical.
Walaupun titik beku telah dicapai, tetapi karena massa air masih terus bergerak, massa air berdensitas besar bergerak ke bawah dan pada permukaan digantikan oleh massa air yang berdensitas kecil, maka proses pendinginan yang seharusnya terjadi menjadi diperlambat. Sehingga pada permukaan tidak terbentuk lapisan es, kecuali pendinginan terjadi terus menerus dan dalam waktu yang lama, sehingga suhu dapat mencapai titik di bawah titik densitas maksimum.
Artinya, Densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas.
S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum.
S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum densitas maksimum tercapai.
3.      Zat lain membeku dari bawah ke atas; air membeku dari atas ke bawah. Ini merupakan sifat yang tidak biasa dari air, dan ini sangat penting untuk keberadaan air di permukaan bumi. Banyak tempat di dunia ini di mana suhu turun di bawah 0oC pada musim dingin, sering bahkan lebih rendah lagi. Suhu sedingin itu tentu saja akan mempengaruhi air di laut, danau, dsb. Air semakin dingin dan bagian-bagiannya mulai membeku. Jika es tidak berperilaku seperti sekarang ini (atau tidak mengambang), es akan tenggelam ke dasar sementara bagian air yang lebih hangat akan naik ke permukaan dan terkena udara.
Tetapi suhu udara itu masih membekukan sehingga bagian air ini akan membeku juga dan tenggelam. Proses ini akan berlanjut sampai tidak tersisa air cair sama sekali. Namun bukan itu yang terjadi. Melainkan sebaliknya: Ketika air semakin dingin, air menjadi lebih berat sampai suhunya mencapai 4oC, pada titik ini segala sesuatunya tiba-tiba berubah. Setelah itu, air mulai mengembang dan menjadi lebih ringan seiring menurunnya suhu.
Akibatnya, air bersuhu 4oC tetap di bawah, air bersuhu 3oC berada di atasnya, air bersuhu 2oC berada di atasnya lagi dan seterusnya. Pada permukaan sajalah suhu air benar-benar mencapai 0oC dan di situ air membeku. Namun hanya permukaan yang membeku: Lapisan air bersuhu 4Oc. di bawah es tetap cair dan itu cukup bagi makhluk hidup dan tanaman bawah air untuk terus hidup.
(Perlu dijelaskan di sini bahwa es dan salju merupakan penghantar panas yang buruk, lapisan es dan salju mencegah panas pada air bagian bawah terlepas ke atmosfer. Akibatnya, kalaupun suhu udara mencapai -50oOC, tebal lapisan es laut tidak akan pernah lebih dari satu atau dua meter dan akan terdapat banyak retakan di dalamny.)
Air biasa mengalami anomali sehingga berat jenis air terkecil bukan pada suhu nol derajat Celsius, melainkan pada suhu 4 derajat Celcius. Akibat anomali air lapisan es pasti berada dipermukaan air (karena lebih ringan dari yang suhunya dibawah 4 derajat Celsius), ini sangat bermanfaat untuk mengisolasi air dari suhu udara (diatasnya) sehingga dibawah permukaan es masih terdapat air dalam keadaan cair. Semakin lama lapisan es semakin tebal, tetapi dibawahnya masih terdapat air dalam keadaan cair yang sangat dibutuhkan oleh makluk hidup. Selain itu, air di bawah permukaan tidak dapat membeku karena adanya panas bumi sehingga suhu di dasar laut belum tentu lebih rendah dari permukaan air laut. Itulah beberapa sebab mengapa air di dasar palung tidak membeku.
4.      Untuk beberapa lingkungan laut, terdapat kondisi dimana rasio-rasio ion menyimpang jauh dari normal. Daerah tersebut termasuk:
1.      Laut-laut tertutup, estuari dan daerah lain dimana terdapat aliran sungai yang besar yang mengandung lebih sedikit total garam terlarut dari air laut dan serta mempunyai rasio ion yang berbeda.
2.      Cekungan, fjord dan daerah lain dimana sirkulasi dasar sangat terbatas, misalnya dengan keberadaan sill (batas sub-permukaan) di mulut cekungan akan menghadang komunikasi bebas antara air dasar dan air laut beroksigen di luarnya. Dalam kasus-kasus tersebut, hancuran bakteri (oksidasi)  dari bahan organik di dasar air sehingga menyebabkan kekurangan oksigen terlarut yang cukup parah hingga terjadi kekurangan total yang disebut anoksik atau anaerobik. Anion sulfat digunakan sebagai sumber alternatif oksigen oleh organisme mikro.
3.      Daerah yang luas, hangat dan dangkal seperti Bahama Banks yang dicirikan oleh presipitasi biologi kalsium karbonat yang sangat aktif secara kimiawi dan/atau biologi menyebabkan perubahan yang signifikan pada rasio Ca2+ terhadap salinitas total.
4.      Daerah-daerah yang terjadi pemekaran dasar laut dan aktivitas vulkanik aktif bawah laut dimana air laut panas bersirkulasi dikerak samudra. Rasio ion dalam larutan hidrotermal sangat berbeda dari air laut yang normal, yang menghasilkan percampuran dengan air laut mempunyai ciri elemen utama: rasio-rasio salinitas.
5.      Di dalam sedimen dasar laut dimana air pori yang turut dalam berbagai reaksi di dalam partikel sedimen pada saat kompaksi setelah sedimen diendapkan. Reaksi tersebut muncul sebagai diagenesis dan menyebabkan perubahan rasio ion yang cukup berarti.











DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Alasan Tak Membekunya Air Di Dasar Palung. http://geoenviron.blogspot.com. Diakses tanggal 4 Oktober 2012 pukul 20.30 WIB

Ida, Anna Sunaryo. 2012. Mekanisme Terbentuknya Es. http://unpredictable-science.blogspot.com/2012/01/pembekuan-lapisan-es.html. Diakses tanggal 4 Oktober 2012 pukul 21.00 WIB

Hutabarat, Sahala dan M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

Stewart RH. 2002. Introduction to Physical Oceanography. Departmen of Oceanography Texas. Texas : A & M University.
Supangat, Agus dan Susanna. 2007. Oseanografi Fisik (BRKP). Jakarta : BRKP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar