Senin, 10 Juni 2013

Karakteristik Masyarakat Pesisir Di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau mencapai kurang lebih 17.500 buah dan dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar. Sebagai negara kepulauan, tidaklah mengherankan jika lebih kurang dua pertiga dari teritorial negara kesatuan yang berbentuk republik ini merupakan perairan, dengan luas lebih kurang 5,8 juta km2. Selain itu, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada yang mencapai lebih kurang 81.000 km.
Penduduk Indonesia memiliki jumlah penduduk yang terbesar kelima di dunia, yaitu lebih kurang 220 juta jiwa.  Dan, lebih kurang 60 persen diantaranya hidup dan bermukim di sekitar wilayah pesisir.  Sebagian besar diantaranya menggantungkan hidup kepada keberadaan sumberdaya alam pesisir dan lautan.  Sehingga tidaklah mengherankan jika sebagian besar kegiatan dan aktivitas sehari-harinya selalu berkaitan dengan keberadaan sumberdaya di sekitarnya.
Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian besar wiliyahnya (62%) merupakan perairan laut, selat dan teluk; sedangkan 38 % lainnya adalah daratan yang didalamnya juga memuat kandungan air tawar dalam bentuk sungai, danau, rawa, dan waduk.
Demikian luasnya wiliyah laut di Indonesia sehingga mendorong masyarakat yang hidup di sekitar wilayah laut memanfaatkan sumber kelautan sebagai tumpuan hidupnya. Ketergantungan masyarakat terhadap sektor kelautan ini memberikan identitas tersendiri sebagai masyarakat pesisir dengan pola hidup dan karakteristik tersendiri.
Desa pesisir merupakan entitas sosial,ekonomi, ekologi dan budaya, yang menjadi batas antara daratan dan lautan, di mana di dalamnya terdapat suatu kumpulan manusia yang memiliki pola hidup dan tingkah laku serta karakteristik tertentu. Masyarakat pesisir ini menjadi tuan rumah di wilayah pesisir sendiri. Mereka menjadi pelaku utama dalam pembangunan kelautan dan perikanan, serta pembentuk suatu budaya dalam kehidupan masyarakat pesisir. Banyak diantaranya faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat pesisir menjadi suatu komunitas yang terbelakang atau bahkan terisolasi sehingga masih jauh untuk menjadikan semua masyarakat setempat sejahtera. Dilihat dari faktor internal masyarakat pesisir kurang terbuka terhadap teknologi dan tidak cocoknya pengelolaan sumberdaya dengan kultur masyarakat setempat.
Masyarakat pesisir itu sendiri merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama yang mendiami suatu wilayah pesisir, membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut. Tentu masyarakat pesisir tidak hanya nelayan, melainkan juga pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan pedagang ikan.
1.2.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah atau tulisan ini ialah untuk mengetahui dan memahami karakteristik-karakteristik masyarakat pesisir, khususnya yang berada di Indonesia. Mengetahui penyebab terbentuknya suatu karakteristik tersebut serta pengaruh ketergantungan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut terhadap pembentukan karakteristik masyarakat pesisir.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara teoritis, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
Menurut Fahmi, Masyarakat pesisir itu sendiri dapat didefinisikan sebagai  kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa transportasi dan lain-lain. Yang harus diketahui bahwa setiap komunitas memiliki karakteristik kebudayaan yang berbeda-beda.
Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based), seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2010 berpenduduk 21.071 jiwa, sekitar 69,36 % merupakan nelayan sedangkan sisanya terdiri dari pedagang, buruh, PNS, swasta dan lain-lain. Tingkat pendidikan penduduk wilayah pesisir juga tergolong rendah, dimana penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu sekitar 6.800 jiwa hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD), 1.463 jiwa tamat SMP dan 1.076 jiwa tamat SMA dengan fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.
Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Masyarakat pesisir juga dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani. Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya  didominasi dengan pelayan. Pelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol.
“Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan cenderung memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka”
Masyarakat pesisir termasuk masyarakat yang masih terbelakang dan berada dalam posisi marginal. Selain itu, banyak dimensi kehidupan yang tidak diketahui oleh orang luar tentang karakteristik masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir mempunyai cara berbeda dalam aspek pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial, dan struktur sosialnya. Sementara itu, dibalik kemarginalannya, masyarakat pesisir tidak mempunyai banyak cara dalam mengatasi masalah yang hadir.

BAB III
PEMBAHASAN
            Masyarakat pesisir pada umumnya telah menjadi bagian masyarakat yang pluraristik tapi masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya bahwa struktur masyarakat pesisir rata-rata merupakan gabungan karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan. Karena struktur masyarakat pesisir sangat plurar, sehingga mampu membentuk sistem dan nilai budaya yang merupakan akulturasi budaya dari masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakatnya.
            Hal menarik adalah bahwa bagi masyarakat pesisir Indonesia, hidup di dekat pantai merupakan hal yang paling diinginkan untuk dilakukan mengingat segenap aspek kemudahan dapat mereka peroleh dalam berbagai aktivitas kesehariannya. Dua contoh sederhana dari kemudahan-kemudahan tersebut diantaranya, pertama, bahwa kemudahan aksesibilitas dari dan ke sumber mata pencaharian lebih terjamin, mengingat sebagian masyarakat pesisir menggantungkan kehidupannya pada pemanfaatan potensi perikanan dan laut yang terdapat di sekitarnya, seperti penangkapan ikan, pengumpulan atau budidaya rumput laut dan sebagainya. Kedua, bahwa mereka lebih mudah mendapatkan kebutuhan akan MCK (mandi, cuci, kakus) di mana mereka dapat mengaksesnya secara lebih mudah.
            Masyarakat pesisir, khususnya yang tinggal di wilayah Indonesia, mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas atau unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan itu sendiri. Karena sifat-sifat dari usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut dan faktor-faktor lainnya. Beberapa sifat dan karakteristik masyarakat pesisir diuraikan sebagai berikut :
3.1. Ketergantungan Pada Kondisi Lingkungan
Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu : Pertama, secara sosial ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena (a) sekitar 140 juta (60 %) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan rata-rata 2 % per tahun); (b) sebagian besar kota, baik propinsi dan kabupaten) terletak di kawasan pesisir; (c) kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 20,06 % pada tahun 1998 dan (d) industri kelautan (coastal industries) menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung.
Kedua, secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena (a) Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, yaitu sekitar 81.000 km (13,9 % dari panjang pantai dunia) dan ; (b) sekitar 75 % dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (sekitar 5,8 juta km2 termasuk ZEEI; (c) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan (d) Dalam wilayah tersebut terkandung potensi kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya yang terdiri atas potensi sumberdaya alam pulih (renewable resources) seperti perikanan, ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang) maupun potensi sumberdaya alam tidak pulih (non renewable resources) seperti migas, mineral atau bahan tambang lainnya serta jasa-jasa lingkungan (environmental services), seperti pariwisata bahari, industri maritim dan jasa transportasi.
Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan yang dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods & services) bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan kemungkinan pengembangannya, wilayah pesisir memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, apalagi bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun demikian, peranan tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila mengabaikan aspek kelestarian lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).
Salah satu sifat usaha perikanan yang sangat menonjol adalah bahwa keberlanjutan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Keadaan ini mempunyai imlikasi yang sangat penting bagi kondisi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, terutama di Indonesia.  Kondisi masyarakat pesisir itu menjadi sangat bergantung pada kondisi lingkungan sekaligus sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya pencemaran, karena limbah-limbah industri maupun domestik dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir.
3.2. Ketergantungan Pada Musim
     Karakteristik lain yang sangat mencolok di kalangan masyarakat pesisir, terutama masyarakat nelayan, adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan, para nelayan akan sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur.
Keadaan ini mempunyai implikasi besar terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai secara umumdan kaum nelayan khususnya. Mereka mungkin mampu membeli barang-barang yang mahal pada musim tangkap. Namun pada musim peceklik, pendapatan mereka drastis menurun sehingga kehidupan mereka juga semakin buruk. Belum lagi ditambah pola hidup mereka yang menerapakan prinsip ekonomi yang “tidak hemat”, artinya saat hasil tangkap memuncak, mereka cenderung tidak menyimpan hasil untuk menutupi kekurangan ekonomi di saat kegiatan tangkap menurun sehingga banyak dari nelayan-nelayan tersebut yang harus meminjam uang bahakan menjual barang-barang mereka untuk memenuhi kebutuhannya.
Secara umum, pendapatan nelayan memang sangat berfluktuasi dari hari ke hari. Pada suatu hari, mungkin nelayan memperoleh tangkapan yang sangat tinggi, tapi pada hari berikutnya bisa saja “kosong”. Hasil tangkapan dan pada giliranya pendapatan nelayan juga dipengaruhi oleh jumlah nelayan operasi penangkapan di suatu daerah penangkapan. Di daerah yang padat penduduknya, akan mengalami kelebihan tangkap (overfishing). Hal ini mengakibatkan volume hasil tangkap dari para nelayan menjadi semakin kecil, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan mereka.
Kondisi di atas turut pula mendorong munculnya pola hubungan tertentu yang sangat umum dijumpai di kalangan masyarakat di kalangan nelayan maupun petani tambak, yakni pola hubungan yang bersifat patron-klien. Karena keadaan ekonomi yang buruk, maka para nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil dan buruh tambak seringkali terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari dari para juragan atau dari para pedagang pengumpul (tauke).
Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi terikat dengan pihak juragan atau pedagang. Keterkaitan tersebut antara lain berupa keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan.  Pola hubungan yang tidak simetris ini tentu saja sangat mudah berubah menjadi alat dominansi dan ekploitasi.
Secara sosiologis, masyarakat pesisir memiliki ciri yang khas dalam hal struktur sosial yaitu kuatnya hubungan antara patron dan klien dalam hubungan pasar pada usaha perikanan. “Biasanya patron memberikan bantuan berupa modal kepada klien. Hal tersebut merupakan taktik bagi patron untuk mengikat klien dengan utangnya sehingga bisnis tetap berjalan”.
3.3. Terdapatnya Stratifikasi Sosial Dalam Masyarakat
Stratifikasi sosial yang sangat menonjol pada masyarakat nelayan dan petani tambak adalah stratifikasi berdasarkan misalnya membedakan stratifikasi sosial menjadi tiga jenis yaitu (1) strafikasi karena status ekonomi (economically stratified); (2) stratifikasi karena perbedaan status politik (politically stratified) dan (3) stratifikasi karena perbedaan status pekerjaan (occupationally stratified).
a.       Berdasarkan ekonomi dan penguasaan alat tangkap, yaitu jika dalam suatau masyarakat terdapat perbedaan atau tidak ketidaksetaraan status ekonomi, pada masyarakat nelayan umumnya terdapat tiga strata kelompok, yaitu :
1.              Starata atas, yaitu mereka yang memiliki kapal motor lengkap dengan alat tangkapnya. Mereka ini biasanya dikenal dengan nelayan besar atau modern. Biasanya mereka tidak ikut melaut. Operasi penangkapan diserahkan kepada orang lain. Buruh atau tenaga kerja yang digunakan cukup banyak bisa sampai dua atau tiga puluhan. Seringkali nelayan besar juga merangkap sebagai pedangang pengumpul. Namun demikian, biasanya ada pula pedagang pengumpul yang bukan nelayan, sehingga pedagang ini merupakan kelas tersendiri.
2.              Strata kedua, adalah mereka yang memiliki perahu dengan motor tempel. Pada strata ini, biasanya pemilik tersebut ikut melaut dan memimpin kegiatan penagkapan. Buruh yang ikut mungkin ada tetapi terbatas dan seringkali merupakan anggota keluarga saja.
3.              Strata terakhir adalah buruh nelayan. Meskipun para nelayan bisa juga merangkap menjadi buruh, tetapi lebih banyak pula buruh ini yang tidak memiliki sarana produksi apa-apa, hanya tenaga mereka itu sendiri.
b.      Stratifikasi karena perbedaan status politik (politically stratified), yaitu jika terdapat ranking sosial berdasarkan otoritas, prestise, kehormatan dan gelar. Misalnya seseorang yang memperoleh gelar sebagai kepala desa dan pemimpin-pemimpin desa memiliki strata yang lebih tinggi dibandingkan dengan warga-warga biasa.
c.       Stratifikasi karena perbedaan status pekerjaan (occupationally stratified), misalnya stratifikasi pada petani tambak, yaitu :
1.      Strata atas adalah mereka yang menguasi tambak yang luas.
2.      Strata menengah yang memiliki luas tambak yang sedang/kecil.
3.      Strata bawah adalah mereka yang tidak memiliki tambak, melainkan hanya mengelola atau sebagai buruh.
3.4.            Ketergantungan Pada Pasar
Karakteristik lain masyarakat pesisir ini adalah sifat ketergantungan terhadap keadaaan pasar. Hal ini disebabkan karena hasil tangkap mereka itu harus dijual terebih dahulu sebelum hasil penjualannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karakteristik tersebut mmepunyai implikasi yang sangat penting, yakni masyarakat pesisisir sangat peka terhadap harga. Perubahan harga produk perikanan sangat mmepengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut.
3.5.Aktivitas Kaum Perempuan dan Anak-Anak
Ciri khas lain dari suatu masyarakat pesisir adalah aktivitas kaum perempuan dan anak-anak. Pada masyarakat ini, umumnya perempuan dan anak-anak ikut bekerja mencari nafkah. Kaum perempuan (orang tua maupun anak-anak) seringkali bekerja sebagai pedagang ikan (pengecer), baik pengecer ikan segar maupun ikan olahan. Mereka juga melakukan pengolahan hasil tangkapan, baik pengolahan kecil-kecilan di rumah untuk dijual sendiri maupun sebagai buruh pada pengusaha pengolahan ikan atau hasil tangkap lainnya. Sementara itu anak laki-laki seringkali telah dilibatkan dalam kegiatan melaut. Ini antara lain yang menyebabkan anak-anak nelayan banyak yang tidak sekolah.
3.6.Rentan Terhadap Pengaruh Eksternal
Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan. Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access), kecuali pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan kelembagaan Maneeh.
Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas.
Selain itu penumpukan limbah-limbah dari daratan seperti limbah industri dan limbah domestik sangat mempengaruhi kondisi mereka. Penurunan kualitas perairan dapat menurunkan hasil tangkap mereka sehingga pendapatan mereka pun merosot. Jika hal ini terjadi maka kondisi ekonomi mereka akan semakin terpuruk.
3.7.Rendahnya Tingkat Kesejahteraan dan Ilmu Pengetahuan
Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh.
Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya.
Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermata pencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resources base), seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut), Kemiskinan masyarakat nelayan (problem struktural), penambangan pasir, kayu mangrove dan lain-lain. Sebagai contoh : Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara dengan penduduk 17.991 jiwa, sekitar 71,64 % merupakan nelayan (Tahun 2001).
Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh : penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara (Tahun 2001) sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan sejalan dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.
Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan dari warisan nenek moyangnya misalnya mereka untuk melihat kalender dan penunjuk arah maka mereka menggunakan rasi bintang.
3.8.Memiliki Kepribadian Yang Keras, Tempramental dan Boros
Masyarakat nelayan akrab dengan ketidakpastian yang tinggi karena secara alamiah sumberdaya perikanan bersifat invisible sehingga sulit untuk diprediksi. Sementara masyarakat agraris misalnya memiliki ciri sumberdaya yang lebih pasti dan visible sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi terkait dengan ekspetasi sosial ekonomi masyarakat. Dalam kondisi seperti ini maka tidak jarang ditemui karakteristik masyarakat nelayan yang keras, sebagian temparemental dan tidak jarang yang boros karena ada persepsi bahwa sumberdaya perikanan “tinggal diambil” di laut.
3.9.Memiliki Sistem Kepercayaan dan Adat Yang Kuat
Dilihat dari aspek kepercayaan, masyarakat pesisir masih menganggap bahwa laut memilki kekuatan magic sehingga mereka masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut. Namun, dewasa ini sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya terhadap adat-adat seperti pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual tersebut hanya untuk formalitas semata. Begitu juga dengan posisi nelayan sosial, pada umumnya, nelayan bergolong kasta rendah.



















BAB IV
KESIMPULAN
Masyarakat pesisir juga dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
Masyarakat pesisir, khususnya yang tinggal di wilayah Indonesia, mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas atau unik, yaitu :
1. Ketergantungan Pada Kondisi Lingkungan
2. Ketergantungan Pada Musim
3. Terdapatnya Stratifikasi Sosial Dalam Masyarakat
4. Ketergantungan Pada Pasar
5. Aktivitas Kaum Perempuan dan Anak-Anak
6. Rentan Terhadap Pengaruh Eksternal
7. Rendahnya Tingkat Kesejahteraan dan Ilmu Pengetahuan
8. Memiliki Kepribadian Yang Keras, Tempramental dan Boros
9. Memiliki Sistem Kepercayaan dan Adat Yang Kuat









DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Masyarakat Pesisir. http://fdcipb.wordpress.com. Diakses tanggal 16/12/pukul 07.30 WIB

Ayunita, Anvina. 2011. Karakteristik Masyarakat Pesisir. http://anvinaayunita.blogspot.com. Diakses tanggal 16/12/pukul 08.20 WIB

Bengen, Dietriech G. 2011.  Pelatihan Pengelolaan Wilayah Terpadu. Bogor : ITB

Dahuri, dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT Pradnya Paramita

Famif. 2010. Masyarakat Pesisir. http://famif08.student.ipb.ac.id. Diakses tanggal 16/12/pukul 08.10 WIB

Lasiki, Iswan. 2012. Karakteristik Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir. http://iswanlasiki.student.ung.ac.id. Diakses tanggal 16/12/2012/pukul 08.30 WIB

Paulus, Chaterina. 2011. Gambaran Umum Wilayah Pesisir Indonesia. http://chaterina-paulus.blogspot.com. Diakses tanggal 16/12/pukul 08.40 WIB

Soebagio .Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Bogor : ITB










Tidak ada komentar:

Posting Komentar