BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan
terbesar di dunia, dengan jumlah pulau mencapai kurang lebih 17.500 buah dan
dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar.
Sebagai negara kepulauan, tidaklah mengherankan jika lebih kurang dua pertiga
dari teritorial negara kesatuan yang berbentuk republik ini merupakan perairan,
dengan luas lebih kurang 5,8 juta km2. Selain itu, Indonesia juga
merupakan salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia
setelah Kanada yang mencapai lebih kurang 81.000 km.
Penduduk Indonesia memiliki jumlah penduduk yang
terbesar kelima di dunia, yaitu lebih kurang 220 juta jiwa. Dan, lebih
kurang 60 persen diantaranya hidup dan bermukim di sekitar wilayah
pesisir. Sebagian besar diantaranya menggantungkan hidup kepada
keberadaan sumberdaya alam pesisir dan lautan. Sehingga tidaklah
mengherankan jika sebagian besar kegiatan dan aktivitas sehari-harinya selalu
berkaitan dengan keberadaan sumberdaya di sekitarnya.
Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu
pulau yang sebagian besar wiliyahnya (62%) merupakan perairan laut, selat dan
teluk; sedangkan 38 % lainnya adalah daratan yang didalamnya juga memuat
kandungan air tawar dalam bentuk sungai, danau, rawa, dan waduk.
Demikian luasnya wiliyah laut di Indonesia sehingga
mendorong masyarakat yang hidup di sekitar wilayah laut memanfaatkan sumber
kelautan sebagai tumpuan hidupnya. Ketergantungan masyarakat terhadap sektor
kelautan ini memberikan identitas tersendiri sebagai masyarakat pesisir dengan
pola hidup dan karakteristik tersendiri.
Desa pesisir merupakan entitas sosial,ekonomi,
ekologi dan budaya, yang menjadi batas antara daratan dan lautan, di mana di
dalamnya terdapat suatu kumpulan manusia yang memiliki pola hidup dan tingkah
laku serta karakteristik tertentu. Masyarakat pesisir ini menjadi tuan rumah di
wilayah pesisir sendiri. Mereka menjadi pelaku utama dalam pembangunan kelautan
dan perikanan, serta pembentuk suatu budaya dalam kehidupan masyarakat pesisir.
Banyak diantaranya faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat pesisir
menjadi suatu komunitas yang terbelakang atau bahkan terisolasi sehingga masih
jauh untuk menjadikan semua masyarakat setempat sejahtera. Dilihat dari faktor
internal masyarakat pesisir kurang terbuka terhadap teknologi dan tidak
cocoknya pengelolaan sumberdaya dengan kultur masyarakat setempat.
Masyarakat pesisir itu sendiri merupakan sekumpulan
masyarakat yang hidup bersama-sama yang mendiami suatu wilayah pesisir,
membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut. Tentu
masyarakat pesisir tidak hanya nelayan, melainkan juga pembudidaya ikan,
pengolah ikan bahkan pedagang ikan.
1.2.Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah atau tulisan ini ialah untuk mengetahui dan memahami
karakteristik-karakteristik masyarakat pesisir, khususnya yang berada di
Indonesia. Mengetahui penyebab terbentuknya suatu karakteristik tersebut serta
pengaruh ketergantungan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut terhadap
pembentukan karakteristik masyarakat pesisir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara teoritis, masyarakat pesisir merupakan
masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait
dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit
masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan
kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat
pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial
di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas
sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan
lautan.
Menurut Fahmi, Masyarakat
pesisir itu sendiri dapat didefinisikan sebagai kelompok orang atau suatu
komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya
bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka
terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme
laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi
perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari
penjual jasa transportasi dan lain-lain. Yang harus diketahui bahwa setiap
komunitas memiliki karakteristik kebudayaan yang berbeda-beda.
Masyarakat pesisir pada
umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan
sumberdaya kelautan (marine resource based), seperti nelayan,
pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Penduduk Kabupaten
Kepulauan Seribu tahun 2010 berpenduduk 21.071 jiwa, sekitar 69,36 % merupakan
nelayan sedangkan sisanya terdiri dari pedagang, buruh, PNS, swasta dan
lain-lain. Tingkat pendidikan penduduk wilayah pesisir juga tergolong rendah,
dimana penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu sekitar 6.800 jiwa hanya menamatkan
Sekolah Dasar (SD), 1.463 jiwa tamat SMP dan 1.076 jiwa tamat SMA dengan
fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.
Kondisi lingkungan
pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik
dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif
berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan
terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Masyarakat pesisir juga
dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas
sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan.
Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang
cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun
demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai
masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa
mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait
dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
Karakteristik
masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani.
Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena
pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki
dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda
halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi
dengan pelayan. Pelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan,
maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol.
“Nelayan menghadapi
sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan cenderung memiliki karakter yang
tegas, keras, dan terbuka”
Masyarakat pesisir
termasuk masyarakat yang masih terbelakang dan berada dalam posisi marginal.
Selain itu, banyak dimensi kehidupan yang tidak diketahui oleh orang luar
tentang karakteristik masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir mempunyai cara
berbeda dalam aspek pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial, dan struktur
sosialnya. Sementara itu, dibalik kemarginalannya, masyarakat pesisir tidak
mempunyai banyak cara dalam mengatasi masalah yang hadir.
BAB III
PEMBAHASAN
Masyarakat
pesisir pada umumnya telah menjadi bagian masyarakat yang pluraristik tapi
masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya bahwa struktur masyarakat
pesisir rata-rata merupakan gabungan karakteristik masyarakat perkotaan dan
pedesaan. Karena struktur masyarakat pesisir sangat plurar, sehingga mampu
membentuk sistem dan nilai budaya yang merupakan akulturasi budaya dari
masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakatnya.
Hal
menarik adalah bahwa bagi masyarakat pesisir Indonesia, hidup di dekat pantai merupakan
hal yang paling diinginkan untuk dilakukan mengingat segenap aspek kemudahan
dapat mereka peroleh dalam berbagai aktivitas kesehariannya. Dua contoh
sederhana dari kemudahan-kemudahan tersebut diantaranya, pertama, bahwa
kemudahan aksesibilitas dari dan ke sumber mata pencaharian lebih terjamin,
mengingat sebagian masyarakat pesisir menggantungkan kehidupannya pada
pemanfaatan potensi perikanan dan laut yang terdapat di sekitarnya, seperti
penangkapan ikan, pengumpulan atau budidaya rumput laut dan sebagainya. Kedua,
bahwa mereka lebih mudah mendapatkan kebutuhan akan MCK (mandi, cuci, kakus) di
mana mereka dapat mengaksesnya secara lebih mudah.
Masyarakat
pesisir, khususnya yang tinggal di wilayah Indonesia, mempunyai sifat-sifat atau
karakteristik tertentu yang khas atau unik. Sifat ini sangat erat kaitannya
dengan sifat usaha di bidang perikanan itu sendiri. Karena sifat-sifat dari
usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, musim
dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut dan faktor-faktor lainnya. Beberapa sifat dan
karakteristik masyarakat pesisir diuraikan sebagai berikut :
3.1. Ketergantungan Pada Kondisi Lingkungan
Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa
Indonesia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu : Pertama, secara sosial ekonomi
wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena (a) sekitar 140 juta (60
%) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan rata-rata 2
% per tahun); (b) sebagian besar kota, baik propinsi dan kabupaten) terletak di
kawasan pesisir; (c) kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar
20,06 % pada tahun 1998 dan (d) industri kelautan (coastal industries) menyerap
lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung.
Kedua, secara biofisik, wilayah pesisir dan laut
Indonesia memiliki arti penting karena (a) Indonesia memiliki garis pantai
terpanjang di dunia setelah Kanada, yaitu sekitar 81.000 km (13,9 % dari
panjang pantai dunia) dan ; (b) sekitar 75 % dari wilayahnya merupakan wilayah
perairan (sekitar 5,8 juta km2 termasuk ZEEI; (c) Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan (d)
Dalam wilayah tersebut terkandung potensi kekayaan dan keanekaragaman
sumberdaya alamnya yang terdiri atas potensi sumberdaya alam pulih (renewable
resources) seperti perikanan, ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang)
maupun potensi sumberdaya alam tidak pulih (non renewable resources) seperti
migas, mineral atau bahan tambang lainnya serta jasa-jasa lingkungan
(environmental services), seperti pariwisata bahari, industri maritim dan jasa
transportasi.
Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal
pembangunan yang dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods &
services) bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan
kemungkinan pengembangannya, wilayah pesisir memiliki peranan penting dalam
pembangunan nasional, apalagi bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami
krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan
ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat
(social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun demikian, peranan
tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila mengabaikan aspek kelestarian
lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).
Salah satu sifat usaha perikanan yang sangat menonjol
adalah bahwa keberlanjutan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi
lingkungan. Keadaan ini mempunyai imlikasi yang sangat penting bagi kondisi
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, terutama di Indonesia. Kondisi masyarakat pesisir itu menjadi sangat
bergantung pada kondisi lingkungan sekaligus sangat rentan terhadap kerusakan
lingkungan, khususnya pencemaran, karena limbah-limbah industri maupun domestik
dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir.
3.2. Ketergantungan Pada Musim
Karakteristik lain yang sangat
mencolok di kalangan masyarakat pesisir, terutama masyarakat nelayan, adalah
ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini akan semakin
besar pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan, para nelayan akan sangat
sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan melaut menjadi berkurang
sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur.
Keadaan ini mempunyai implikasi besar terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakat pantai secara umumdan kaum nelayan khususnya. Mereka
mungkin mampu membeli barang-barang yang mahal pada musim tangkap. Namun pada
musim peceklik, pendapatan mereka drastis menurun sehingga kehidupan mereka
juga semakin buruk. Belum lagi ditambah pola hidup mereka yang menerapakan prinsip
ekonomi yang “tidak hemat”, artinya saat hasil tangkap memuncak, mereka
cenderung tidak menyimpan hasil untuk menutupi kekurangan ekonomi di saat
kegiatan tangkap menurun sehingga banyak dari nelayan-nelayan tersebut yang
harus meminjam uang bahakan menjual barang-barang mereka untuk memenuhi
kebutuhannya.
Secara umum, pendapatan nelayan memang sangat
berfluktuasi dari hari ke hari. Pada suatu hari, mungkin nelayan memperoleh
tangkapan yang sangat tinggi, tapi pada hari berikutnya bisa saja “kosong”.
Hasil tangkapan dan pada giliranya pendapatan nelayan juga dipengaruhi oleh
jumlah nelayan operasi penangkapan di suatu daerah penangkapan. Di daerah yang
padat penduduknya, akan mengalami kelebihan tangkap (overfishing). Hal ini mengakibatkan volume hasil tangkap dari para
nelayan menjadi semakin kecil, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi
pendapatan mereka.
Kondisi di atas turut pula mendorong munculnya pola
hubungan tertentu yang sangat umum dijumpai di kalangan masyarakat di kalangan
nelayan maupun petani tambak, yakni pola hubungan yang bersifat patron-klien. Karena keadaan ekonomi
yang buruk, maka para nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil dan
buruh tambak seringkali terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan
hidup sehari-hari dari para juragan atau dari para pedagang pengumpul (tauke).
Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi terikat
dengan pihak juragan atau pedagang. Keterkaitan tersebut antara lain berupa
keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan. Pola hubungan yang tidak simetris ini tentu
saja sangat mudah berubah menjadi alat dominansi dan ekploitasi.
Secara sosiologis, masyarakat pesisir memiliki ciri
yang khas dalam hal struktur sosial yaitu kuatnya hubungan antara patron dan
klien dalam hubungan pasar pada usaha perikanan. “Biasanya patron memberikan
bantuan berupa modal kepada klien. Hal tersebut merupakan taktik bagi patron
untuk mengikat klien dengan utangnya sehingga bisnis tetap berjalan”.
3.3. Terdapatnya Stratifikasi Sosial Dalam Masyarakat
Stratifikasi sosial yang sangat menonjol pada
masyarakat nelayan dan petani tambak adalah stratifikasi berdasarkan misalnya
membedakan stratifikasi sosial menjadi tiga jenis yaitu (1) strafikasi karena
status ekonomi (economically stratified);
(2) stratifikasi karena perbedaan status politik (politically stratified) dan (3) stratifikasi karena perbedaan
status pekerjaan (occupationally
stratified).
a.
Berdasarkan ekonomi dan penguasaan alat
tangkap, yaitu jika dalam suatau masyarakat terdapat
perbedaan atau tidak ketidaksetaraan status ekonomi, pada masyarakat nelayan umumnya terdapat tiga strata kelompok, yaitu :
1.
Starata atas, yaitu mereka yang memiliki
kapal motor lengkap dengan alat tangkapnya. Mereka ini biasanya dikenal dengan
nelayan besar atau modern. Biasanya mereka tidak ikut melaut. Operasi
penangkapan diserahkan kepada orang lain. Buruh atau tenaga kerja yang
digunakan cukup banyak bisa sampai dua atau tiga puluhan. Seringkali nelayan
besar juga merangkap sebagai pedangang pengumpul. Namun demikian, biasanya ada
pula pedagang pengumpul yang bukan nelayan, sehingga pedagang ini merupakan
kelas tersendiri.
2.
Strata kedua, adalah mereka yang
memiliki perahu dengan motor tempel. Pada strata ini, biasanya pemilik tersebut
ikut melaut dan memimpin kegiatan penagkapan. Buruh yang ikut mungkin ada
tetapi terbatas dan seringkali merupakan anggota keluarga saja.
3.
Strata terakhir adalah buruh nelayan.
Meskipun para nelayan bisa juga merangkap menjadi buruh, tetapi lebih banyak
pula buruh ini yang tidak memiliki sarana produksi apa-apa, hanya tenaga mereka
itu sendiri.
b. Stratifikasi
karena perbedaan status politik (politically
stratified), yaitu jika terdapat ranking sosial
berdasarkan otoritas, prestise, kehormatan dan gelar. Misalnya seseorang yang
memperoleh gelar sebagai kepala desa dan pemimpin-pemimpin desa memiliki strata
yang lebih tinggi dibandingkan dengan warga-warga biasa.
c.
Stratifikasi karena perbedaan status pekerjaan (occupationally stratified), misalnya
stratifikasi pada petani tambak, yaitu :
1.
Strata atas adalah mereka yang menguasi
tambak yang luas.
2.
Strata menengah yang memiliki luas
tambak yang sedang/kecil.
3.
Strata bawah adalah mereka yang tidak
memiliki tambak, melainkan hanya mengelola atau sebagai buruh.
3.4.
Ketergantungan Pada Pasar
Karakteristik lain masyarakat pesisir ini adalah sifat
ketergantungan terhadap keadaaan pasar. Hal ini disebabkan karena hasil tangkap
mereka itu harus dijual terebih dahulu sebelum hasil penjualannya digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karakteristik tersebut mmepunyai implikasi yang
sangat penting, yakni masyarakat pesisisir sangat peka terhadap harga.
Perubahan harga produk perikanan sangat mmepengaruhi kondisi sosial ekonomi
masyarakat tersebut.
3.5.Aktivitas Kaum Perempuan dan Anak-Anak
Ciri khas lain dari suatu masyarakat pesisir adalah aktivitas
kaum perempuan dan anak-anak. Pada masyarakat ini, umumnya perempuan dan
anak-anak ikut bekerja mencari nafkah. Kaum perempuan (orang tua maupun
anak-anak) seringkali bekerja sebagai pedagang ikan (pengecer), baik pengecer
ikan segar maupun ikan olahan. Mereka juga melakukan pengolahan hasil
tangkapan, baik pengolahan kecil-kecilan di rumah untuk dijual sendiri maupun
sebagai buruh pada pengusaha pengolahan ikan atau hasil tangkap lainnya.
Sementara itu anak laki-laki seringkali telah dilibatkan dalam kegiatan melaut.
Ini antara lain yang menyebabkan anak-anak nelayan banyak yang tidak sekolah.
3.6.Rentan Terhadap Pengaruh Eksternal
Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir
dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga
adanya intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan
yang signifikan. Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut
serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan
yang jelas (open access), kecuali pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti
Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan
Sangihe Talaud dengan kelembagaan Maneeh.
Dengan karaktersitik yang khas dan open access
tersebut, maka setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul
konflik kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah
terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas.
Selain itu penumpukan limbah-limbah dari daratan
seperti limbah industri dan limbah domestik sangat mempengaruhi kondisi mereka.
Penurunan kualitas perairan dapat menurunkan hasil tangkap mereka sehingga pendapatan
mereka pun merosot. Jika hal ini terjadi maka kondisi ekonomi mereka akan
semakin terpuruk.
3.7.Rendahnya Tingkat Kesejahteraan dan Ilmu
Pengetahuan
Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir,
khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh.
Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya.
Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya.
Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermata pencaharian
di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resources base), seperti
nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut), Kemiskinan masyarakat nelayan
(problem struktural), penambangan pasir, kayu mangrove dan lain-lain. Sebagai
contoh : Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara dengan penduduk 17.991 jiwa,
sekitar 71,64 % merupakan nelayan (Tahun 2001).
Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh : penduduk Kecamatan Kepulauan
Seribu, Jakarta Utara (Tahun 2001) sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah
Dasar (SD) dan sejalan dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang ada
masih sangat terbatas.
Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir
mendapat pengetahuan dari warisan nenek moyangnya misalnya mereka untuk melihat
kalender dan penunjuk arah maka mereka menggunakan rasi bintang.
3.8.Memiliki Kepribadian Yang Keras, Tempramental dan
Boros
Masyarakat nelayan akrab dengan ketidakpastian yang tinggi karena secara
alamiah sumberdaya perikanan bersifat invisible
sehingga sulit untuk diprediksi. Sementara masyarakat agraris misalnya memiliki
ciri sumberdaya yang lebih pasti dan visible
sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi terkait dengan ekspetasi
sosial ekonomi masyarakat. Dalam kondisi seperti ini maka tidak jarang ditemui
karakteristik masyarakat nelayan yang keras, sebagian temparemental dan tidak
jarang yang boros karena ada persepsi bahwa sumberdaya perikanan “tinggal diambil” di laut.
3.9.Memiliki Sistem Kepercayaan dan Adat Yang Kuat
Dilihat dari aspek kepercayaan, masyarakat pesisir
masih menganggap bahwa laut memilki kekuatan magic sehingga mereka
masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut. Namun, dewasa ini
sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya terhadap adat-adat seperti
pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual tersebut hanya untuk
formalitas semata. Begitu juga dengan posisi nelayan sosial, pada umumnya,
nelayan bergolong kasta rendah.
BAB IV
KESIMPULAN
Masyarakat pesisir juga
dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas
sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan.
Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang
cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun
demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai
masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa
mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait
dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
Masyarakat pesisir,
khususnya yang tinggal di wilayah Indonesia, mempunyai sifat-sifat atau
karakteristik tertentu yang khas atau unik, yaitu :
1. Ketergantungan Pada Kondisi
Lingkungan
2. Ketergantungan Pada Musim
3. Terdapatnya
Stratifikasi Sosial Dalam Masyarakat
4. Ketergantungan Pada
Pasar
5. Aktivitas Kaum
Perempuan dan Anak-Anak
6. Rentan Terhadap
Pengaruh Eksternal
7. Rendahnya Tingkat
Kesejahteraan dan Ilmu Pengetahuan
8. Memiliki Kepribadian Yang Keras,
Tempramental dan Boros
9. Memiliki Sistem Kepercayaan dan Adat
Yang Kuat
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2012. Masyarakat Pesisir.
http://fdcipb.wordpress.com.
Diakses tanggal 16/12/pukul 07.30 WIB
Ayunita, Anvina. 2011. Karakteristik
Masyarakat Pesisir. http://anvinaayunita.blogspot.com. Diakses
tanggal 16/12/pukul 08.20 WIB
Bengen, Dietriech G. 2011. Pelatihan Pengelolaan Wilayah Terpadu.
Bogor : ITB
Dahuri, dkk. 1996. Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT Pradnya
Paramita
Famif. 2010. Masyarakat
Pesisir. http://famif08.student.ipb.ac.id. Diakses tanggal 16/12/pukul
08.10 WIB
Lasiki, Iswan. 2012. Karakteristik
Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir. http://iswanlasiki.student.ung.ac.id.
Diakses tanggal 16/12/2012/pukul 08.30 WIB
Paulus, Chaterina. 2011. Gambaran
Umum Wilayah Pesisir Indonesia. http://chaterina-paulus.blogspot.com.
Diakses tanggal 16/12/pukul 08.40 WIB
Soebagio .Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut
Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Bogor : ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar