Senin, 10 Juni 2013

Pendayagunaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sumber daya alam pesisir dan laut yang merupakan suatu himpunan integral  dari komponen hayati atau biotik dan komponen nonhayati (abiotik), mutlak dibutuhkan manusia untuk hidup dan untuk meningkatkan mutu kehidupan. Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang seharusnya dapat bersifat berkelanjutan (sustainable) adalah sumber daya alam yang dapat diperbaruhi (renewable resources) dan salah satu sumber daya alam yang dapat pulih atau dapat diperbaruhi yang sangat potensial untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional adalah hutan mangrove.
Hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan berkembang baik di daerah tropis, seperti Indonesia. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup. Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah perbesaran (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove yang jatuh di perairan menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas peraikanan peraiaran laut di depannya.
Hutan mangrove juga merupakan habitat (rumah) bagi berbagai jenis burung, reptil, mamalia dan jenis-jenis kehidupan lainnya, sehingga hutan mangrove menyediakan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah yang tinggi serta fungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan kanopi yang rapat serta kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air  laut dan gaya-gaya laut lainnya.
Secara ekonomi, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan, arang dan bahan baku kertas. Selain itu, hutan mangrove juga dapat dimanfaatkan untuk industri peternakan lebah madu, ecotourisme dan kegiatan ekonomi lainnya. Saat ini, Indonesia memiliki hutan mangrove dengan luas sekitar 2,3 juta ha. Apabila kita dapat mengelolanya secara aktif, seperti halnya Malaysia, hutan mangrove dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Sayangnya, presepsi dan cara-cara dalam pemanfaatan hutan mangrove cenderung bersifat dekstruktif dan ekstraktif serta tidak mengindahkan asas-asas kelestraiannya. Konservasi hutan mangrove menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, tambak dan peruntukan lainnya terjadi secara tak terkendali. Padahal banyak teknik yang memunginkan berbagai kegiatan pembangunan tersebut dapat berdampingan secara harmonis dengan hutan mangrove. Penebangan hutan mangrove pun dilakukan secara semena-mena melebihi kemampuan regenerasinya.
Walaupun di beberapa tempat di Indonesia (Sumatera, Jawa dan Sulawesi Selatan) di lakukan eksploitasi secara berlebihan, Indonesia masih memiliki hutan mangrove terbesar di dunia. Sampai beberapa lama hutan-hutan itu mendukung kehidupan masyarakat sekitarnya menjadi tanda tanya karena sampai saat ini hutan-hutan tersebut terus dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove secara tak terkendali di masa lalu. Akan tetapi, dua penyebab utama adalah karena ketidak tahuan tentang arti dan peran penting mangrove bagi kehidupan, termasuk manusia, dan kurangnya penguasaan tentang teknik-teknik pengelolaan mangrove yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya mangrove perlu dilakukan secara berkelanjutan agar keuntungan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia tetap berjalan dengan baik, namun ekologi dan ekosistem mangrove tetap terjaga kelestariannya.
1.2.Tujuan
  1. Mengekplorasi sumber daya laut dan pesisir, terutama eksplorasi terhadap ekosistem mangrove.
  2. Mengetahui manfaat dan fungsi dari ekosistem mangrove agar pelakasanaan eksplorasi terhadapnya dapat belangsung secara berkesinambungan.


BAB II
PEMBAHASAN
            Sehubungan dengan manfaat ekologis dan ekonomis yang penting tersebut, ekosistem hutan mangrove sebagai ekosistem produktif di wilayah pesisir dan lautan sudah selayaknya untuk dipertahankan keberadaan dan kualitasnya dengan eksplorasi hutan mangrove secara berkelanjutan. Tempat hidup/habitat mangrove di daerah antara level pasang-nai tertinggi (maximum spring tide) sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Komunitas hutan mangrove hidup di daerah pantai terlindung di daerah tropis dan subtropis. Layaknya hutan mangrove berada pada kawasan pinggir pantai, muara dan sungai yang mengalami rembesan air laut.
            Hutan mangrove mempunyai tiga fungsi utama bagi kelestarian sumberdaya, yakni :
1.      Fungsi fisik, hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, mempercepat pembentukan lahan baru
2.      Fungsi biologi adalah sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makanan (feeding ground), tempat bekembang biak (spawning ground) berbagai jeniscrustaceae, ikan, burung, biawak dan ular. Sebagai tempat tumbuh-tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, pakis dan tumbuhan lainnya dan berbagai kehidupan. Hutan mangrove juga sebagai penghasil serasah / zat hara yang cukup tinggi produktivitasnya jika dibandingkan dengan hutan darat tropika. Unsur hara yang terkandung didalamnya adalah nitrogen, magnesium, natrium, kalsium, fosfor dan sulfur.
3.      Fungsi ekonomi yakni kawasan hutan mangrove berpotensi sebagai tempat rekreasi, lahan pertambangan, dan penghasil devisa dengan produk bahan baku industri.

2.1.Peran ekosistem mangrove
Sumber daya ekosistem mangrove termasuk dalam sumber daya wilayah pesisir, merupakan sumber daya yang bersifat alami dan dapat diperbaruhi (renewable resoureces) yang harus dijaga keutuhan fungsi dan kelestariannya, supaya dapat menunjang pembangunan dan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang lestari.
Selain ekosistem mangrove diwilayah pesisir terdapat juga ekosistem lain, baik yang bersifat alami (natural) maupun buatan (manmade). Ekosistem alami yaitu terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea grass bed), pantai pasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprea, formasi barringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain tambak, sawah pasang surut, perkebunanm kawasan pariwisata, industri dan permukiman.
Sumber daya mangrove mempunyai beberapa peran baik secara fisik, kimia, maupun biologi yang sangat menunjang penyangga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir.
a.    Sebagai pelindung dan penahan pantai
Tumbuhan mangrove mempunyai sistem perakaran yang khas berupa akar tunjang, pneumatofor, dan akar lutu dapat menghambat arus air dan ombak. Perakaran tumbuhan menyebabkan kekuatan arus dan ombak menjadi lemah dan garis pantai terhindar dari pengikisan (absrasi). Bahkan dengan melemahnya arus akan mengendap dan terjebak di antara akar-akar mengrove sehingga dapat menyebabkan garis pantai bergerak ke arah laut.
Sebagai salah satu penghalang atau benteng untuk meredam gelombnag tsunami, penahan pantai alami dari komunitas mangrove juga sangat dianjurkan selain dengan metode atau tahapan-tahapan lain secara terintegrasi. Rimbunan tajuk pohon mangrove juga menjadi penahan tiupan angin laut sehingga kawasan di belaknag hutan pantai dapat terhindar dari kerusajan oleh angin laut yang kencang. Secara keseluruhan akan memengaruhi iklim mikro dari kawasan tersebut.

b.    Sebagai penghasil bahan organik
Hutan mangrove merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan di ekosistem mangrove. Kehidupan dalam air biasanya dimuali dari fitoplankton (plankton nabati) sebagai rantai makanan yang terendah. Namun, untuk kawasan hutan mangrove agak berbeda, karena konsentrasi fitoplankton lebih sedikit dibandingkan dengan perairan laut. Hal ini karena fungsi fitoplankton telah disubtitusi oleh daun-daun pohon pantai, terutama mangrove.
Daun mangrove yang gugur sebagai serasah daun akan didekomposisi oleh jasad renik yang akan menjadi zat hara atau detritus. Zat hara sangat berguna sebagai penyubur tanah dan sebagai makanan mikrofauna di hutan mangrove. Mikrofauna pemakian ditritus akan dimakan oleh ikan-ikan atau fauna yang lebih besar, dan pada akhirnya ikan-ikan yang lebih besar akan dimakan tingkat fauna yang lebih tinggi. Rantai makan tersebut akan terus berputar pada ekosistem hutan mangrove asal tidak ada pemutusan terhadap unsur pada rantai makanan tersebut.

c.       Sebagai habitat fauna mangrove
Hutan mangrove berfungsi sebagai tempat mencari makanan, berlindung, berpijah, dan pembesaran bagi jenis-jenis binatang air seperti ikan dan udang serta organisme air lainnya. Hutan mangrove juga menjadi tempat berkembangan biak berbagai jenis binatang darat, seperti burung air dan kalong. Bahkan banyak burung pengembara yang akan datang dari daratan atau daerah lainnya yang memanfaatkan hutan mangrove. Termasuk satwa-satwa yang dilindungi oleh pemerintah.
Jenis ikan komersial yang memanfaatkan perlindungan hutan mangrove adalah ikan kakap putih (Lates calcarifer), bandeng (Chanos chanos), belanak (Mugil sp), udang windu (Penaeus monodon fabricus), udang putih (Penaeus merguensis atau Penaeus indicus), udang galah atau udang satang (Macrobrachium rosenbergii), dan kepiting (Scylla serrata).
Kondisi perairan yang tenag serta lindung dengan berbagai macam tumbuhan dan bahan makanan menyebabkan perairan hutan mangrove menjadi tempat yang sangat baik untuk berkembang biak.
d.      Sebagai sumber bahan industri dan obat-obatan
Hutan mangrove sangat penting artinya terutama bagi penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam ini, misalnya sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar (fire wood), arang (charcoal), bahan baku kertas (pulp), tatal kayu olahan (woodchips), dan lem.
Kayu bakau dan mangrove pada umumnya dapat dipakai untuk tiang-tiang rumah serta perabotan rumah tangga di tepi pantai. Seiring dengan perkembangan teknologi maka kayu bakau banyak digunakan sebagai bahan baku kertas dan papan buatan. Selain itu, kulit pohon Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops banyak mengandung tanin yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit.
Kecenderungan pola hidup masyarakat kembali pada alam (back to nature), mengakibatkan tanaman mangrove dimanfaatkan sebagai bahan pbat-obatan, karena memang beberapa jenis mangrove mempunyai khasiat pengobatan untuk beberapa jenis penyakit. Tentu tidak menutup kemungkinan bahwa pemanfaatan mangrove sebagai bahan obat-obatan dapat dikembangkan dengan proses teknologi modern.
e.       Sebagai kawasan pariwisata dan konservasi
Pantai berpasir terutama pantai yang memiliki pasir putih dan butiran pasirnya halus, biasanya dijadikan kawasan pariwisata pantai karena keindahan alam dan kebersihan pantainya, sperti pantai Sanur dan Kuta di Bali, Pangandaran, Pelabuhan Ratu, dan Carita di Jawa Barat, Parang Tritis di Jawa Tengah, Kepulauan Seribu di jakarta, Kepulauan Karimunjawa di Jepara, Pasir Putih di Jawa Timur . Pantai tersebut mempunyai nilai jual yang tinggi bagi parawisata.
Pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Indonesia masih mengizinkan adanya konservasi mangrove, eksploitasi kayu, dan pemanfaatan jasa lainnya. Kecenderungan masyarakat dunia dan beberapa negara di dunia termasuk China dan Thailand saat ini telah melarang adanya konservasi mangrove untuk kegiatan budidaya dan pembangunan lainnya. Hal ini dilandasi akan kesadaran bahwa manfaat dan fungsi ekosistem mangrove sangat penting bagi sistem penyangga kehidupan.
Dalam kaitannya dengan konservasi mangrove, Pemerintahan Indonesia merupakan salah satu negara yang turut meratifikasi Konservasi Lahan Basah dengan terbitnya Keppres 48 tahun 1999. Dalam konservasi tersebut, ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem lahan basah yang harus dilindungi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk melakukan perlindungan terhadap ekosistem.
Sesuai dengan prinsip kelestarian hutan yang merupakan pedoman dalam pengesuahaan hutan maka dlam pengusahaannya hutan mangrove harus diperhatikan segi kelestariaannya. Penebangan dilakukan secara selektif terhadap pohon mangrove yang berdiameter lebih dari 10 cm, kelestarian hutan pantai merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan pengusahaan hutan. Pada pengusahaan hutan mangrove juga dikenal berbagai sistem silvikultur yang mengatur pelaksanaan penebangan.
Pemanfaatan sumber daya alam termasuk hutan mangrove pengusahaan  fungsi ekonomialnya lebih menonjol daripada fungsi yang lain. Pemanfaatan hutan mangrpve yang sifatnya masih tradisional biasanya cenderung masih terkendali. Karena hanya mengambil keuntungan ekonomi dari lingkungan sekitar tumbuhnya mangrove. Namun dalam perjalannya selanjutnya pemanfaatan berkembang ke dalam usaha besar-besaran, baik untuk memanfaatkan kayu maupun membuka hutan untuk memfungsikan lahannya.
Pengelolaan kawasan mangrove harus menggunakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang berorentasi pada komponen sumber daya hutan sebagai ekosistem (forest resources management) dan menempatkan masyarakat desa hutan sebagai mitra.
2.2.  Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
Keterkaitan dengan potensi hutan mangrove ada beberapa fungsi dan manfaat baik yang langsung maupun tidak langsung yang dapat di rasakan oleh manusia dan lingkungannya.
a.    Fungsi fisik kawasan mangrove
1.      Menjaga garis pantai agar pantai agar tetap stabil
2.      Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi
3.      Mengurangi atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat
4.      Merendam dan mendahan hempasan badai tsunami
5.      Menahan sedimen sacara periodik sampai terbentuk lahan baru
6.      Sebagai kawasan pengangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar.

b.    Fungsi Kimia kawasan mangrove
1.      Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida
2.      Sebagai pengolahan bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan.

c.    Fungsi biologi kawasan mangrove
1.      Merupakan penghasil bahan pelapukan (sekomposer) yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus), yang kemudian berperan sebagi sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
2.      Sebagai kawasan pemijahan (spawning ground) atau asuhan (nursery ground) bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.
3.      Merupakan kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain.
4.      Sebagi sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
5.      Sebagai habitat alami bagi berbagau jenis biota darat dan laut lainnya.

d.      Fungsi sosial ekonomi
1.      Penghasil bahan bakar, bahan baku industri, obat-obatan, perabotan rumah tangga, kosmetik, makanan, tekstil, lem, penyamak kulit dan lainnya.
2.      Penghasil bibit/benih ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung, madu dan lainnya.
3.      Sebagai kawasan wisata, konservasi, pendidikan dan penelitian

Adapun manfaat dari masing-masing jenis pohon mangrove adalah sebagaimana tercantum pada tabel 1.
            Pemanfaatan hutan mangrove secara rasional bagi pertanian, pertambakan atau kepentingan lain hendaknya mencakup unsur-unsur berikut :
·         Selektif, dalam hal komoditas yang akan dikembangkan sehingga dapat mencapai tujuan pembangunan pertanian.
·         Preservasi yang harus dilaksanakan andaikan pembukaan lahan mangrove akan berakibat menghilangkan fungsi fisik. Kawasan mangrove dengan tebal jalur hijau tipis seperti terdapat di Jawa, Bali, NTT, NTB termasuk yang dianjurkan untuk dipreservasikan.
Tabel 1
No
Jenis-jenis Mangrove
Manfaat
1.
Achantus ebractiatus/ilicifolius
Buahnya yang lunak digunakan untuk membersihkan (memeurnikan darah dan penawar racun dari gigtan ular); daunnya untuk menghilangkan sakit rematik dan pengawet rambut
2.
Acrotichum aureum
Daunnya untuk makanan ternak dan atap rumah
3.
Aegialitis rotundifolia
Papan serpih, lem, kayu untuk ikan asap, tanin untuk penyamak kulit
4.
Aegiliaties sp
Bakaran kayu untuk obat perut
5.
Aegiceras sorniculatum
Perabotan rumah tangga dan pegangan alat, kayu bakar, blok, pancang kertas
6.
Amoora cucullata
Mainan anak-anak
7.
Avecinnea sp.
Tiang pagar, pipa, papan serpih, lem, penumbuk padi
8.
A. alba
Kayu bakar, balok, pancang, tiang pagar, pipa, papan serpih, kayu untuk ikan asap, pipa, kertas
9.
A. eucalyptifolia
Tiang pagar, pipa, papan serpih, lem
10.
A. germinans
Kayu bakar, arang, tangga, kayu, bantalan jalan kereta, bahan bangunan kapal, tiang pancang untuk dok, balok, lantai, papan bingkai, tiang pagar, pipa papan serpih, lem, pasak
11.
A. marina
Kayu bakar, bahan bangunan kapal, balok, pancang, kayu untuk ikan asap, kertas
12.
A.nitida
Kayu bakar, arang, kayu, tangga, konstruksi berat, bantalan jalan kereta, bahan bangunan kapal, lantai, balok, panel, tiang pagar, pipa, papan serpih, lem, pasak
13.
A.offcinalis
Kayu bakar, kayu untuk ikan asap, kertas
14.
A. schaneriana
Kayu bakar, untuk penyamak ikan
15.
Bruguera sp
Serat sintesis, bahan pencelup pakaian
16.
B. cylindrical
Kayu bakar, arang, tangga, tugal, kertas, untuk penyamak kulit
17.
B. gymnorrhiza
Tiang pagar, kayu bakar untuk penyamak kulit, arang, tangga, tiang bangunan, uparaca keagamaan
18.
B. partiflora
Kayu bakar, arang, tangga, tugal, kertas, untuk penyamakan kulit
19.
B. sexangula
Kayu bakar, untuk penyamakan kulit arang, tangga, tugal, kertas
20.
Carv=bera manghas
Buahnya untuk mengobati rematik. Biji mengandung minyak untuk obat-obatan. Kulit dan cairan tubuhnya mengandung bahan untuk obat urus-urussan
21.
Camptostemon schultzii
Kayu bangunan dan pulp
22.
Ceriops sp.
Arang, bahan pencelup pakaian, makanan ternak
23.
C. decandra
Kayu bakar, bangunan berat, balok, pancang, penyamak kulit
24.
Cynometra ramiflora
Kayu bakar
25.
Derris heterophylla
Untuk pelemah ikan
26.
Exoecaria agallocha
Kayu, tangga, papan bingkai, kertas, korek api, kemeyan, mainan
27.
Heritiera formes
Kayu, tangga, konstruksi berat, bangunan kapal, papan bingkai, alat rumah tangga, korek api, tiang pancang, mainan
28.
Intsia bijuga
Kayu bangunan
29.
H. littoralis
Bahan untuk membuat kapal kayu, kayu bangunan, kayu bakar, biji untuk menyembuhkan diare, cairan kayu mengandung racun
30.
Lumnizera sp
Kayu bangunan, tiang listrik, telepon, kayu bakar, rebusan daun untuk mengindahkan suara burung
31.
Nypa frutican
Daun untuk atap rumah, daun muda untuk pembungkus rokok, cairan tubuh untuk gula, alkohol dan cuka
32.
Oncosperma tigillaria
Tiang penyangga, penyangga rumah, lantai, tiang gantung ikan. Bunganya ditambhakan ke nasi untuk penyedap rasa; pengawet buah-buahan; daun muda untuk sayuran
33.
Pluchea indica
Rebusan daun sebagai obat untuk sakit perut; daun muda dapat dimakan
34.
Rhizophora sp.
Tanin untuk bahan pengawet jala, bahan pencelup pakaian, tanin untuk penyamak kulit, kerajinan kayu.
35.
R. apiculata
Papan serpih, alat rumah tangga, bantalan jalan kereta, lem, kayu bakar, balok, pancang, kertas
36.
R. mucronata
Perabot rumah tangga, bantalan jalan kereta, lem, kayu bakar, balok, pancang, kertas
37.
R. harrisonil
Papan serpih, bahan bangunan kapal, konstruksi, kayu bakar, balok, pancang arang, lem, lantai, bantalan jalan kereta, pipa
38.
R. racemosa
Kayu bakar, balok, pancang, penyamak jala dan kulit, arang, bahan bangunan, papan bingkai, lem, kerajinan kayu, papan serpih
39.
Sonneratia alba
Pelampung, bahan pencelup pakaian, meubel, kosmetik
40.
S. caeseolaris
Kertas, pasak, pelampung, bahan pencelup pakainan, meubel, kosmetik
41.
Xylocarpus sp.
Kayu bakar, bahan pencelup pakaian, meuble
42.
Xyclocarpus granatum
Kayu bakar, bantalan jalan kereta, papan bingkai, mainan, pensil, ukiran, bahan pencelup pakaian, meuble
43.
X. moluccensis
Kayu bakar, bantalan jalan kereta, papan bingkai, maianan, pensil, ukiran, bahan pencelup pakaian, meuble

·         Konservasi, pembukaan lahan mangrove uuntuk berbagai kepentingan harus disertai dengan usaha untuk menyisihkan sebagian dari lahan mangrove sebagi jalur hijau. Kegiatan konservasi ini dapat dilaksanakan di wilayah mangrove dengan tebal jalur hijau lebar atau sedang seperti Irian Jaya, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Sumatera Bagian Timur.
·         Efisiensi, lahan mangrove harus digunakan secara efisiensi. Untuk itu pembukaan lahan mangrove untuk alih fungsi sebagai fungsi ekonomis harus memperhatiakan fungsi ekologisnya.

2.3. Produktivitas Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem pesisir, mempunyai prosuktivitas hayati tinggi. Lugo dan snedaker (1974) menegaskan bahwa produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5.000 gr C/m2/th. Nilai produktivitas ini bergantung kepada toleransi jenis tumbuhan terhadap variasi faktor lingkungan. Faktor yang berpengaruh adalah :
1.      Faktor pasang surut (transportasi oksigen, pertukaran air tanah, pembuangan bahan kimia beracun, penurunan salinitas dan pertukaran hara).
2.      Faktor kimia air (pengaturan tekanan osmotik tumbuhan oleh salinitas, pengaturan kesuburan).
Walaupun produktivitas mangrove tinggi, namun dari total produksi daun tersebut hanya sekitar 5% yang dikonsumsi langsung oleh hewan-hewan terrestrial pemakannya, sedangkan sisanya (95%) masuk ke lingkungan perairan sebagai debris dari serasah atau gugur daun. Karena itulah hutan mangrove mempunyai kandungan bahan organisk yang sangat tinggi. Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh para petani tambak untuk budidaya perikanan.
Daun materi dan daur ulang energi dalam ekosistem mangrove dapat diawali dari biomassa mangrove. Akumulasi biomassa merupakan total bahan tumbuhan yang dihasilkan di atas dan di bawah permukaan tanah dalam periode waktu tertentu. Umumnya hutan mangrove sangat produktif. Produktivitas itu tergantung pada karbon yang terinkoorporasi dalam proses fotosintesisi yang menghasilkan bahan tumbuhan baru. Produksi biomassa pada kurun waktu tertentu sangat sukar diukur dan sangat bervariasi. Produktivitas hutan mangrove dapat sangat kecil jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan.
Kontribusi mangrove sebagai karbon dalam rantai makanan tergantung pada jumlah daun dan ranting yang rontok ke lumpur di sebut serasah (letter). Serasah yang masuk ke air dapat menjadi makanan bagi beberapa hewan dan serangga, namun hanya menghabiskan sumber karbon yang kecil sekali. Di perkirakan serasah mangrove yang terendam air mengeluarkan karbon yang dpat tersedia langsung (dimanfaatkan oleh plankton) dan sisanya diyraikan oleh beraneka ragam jamur dan mikroba yang membuat serasah tersebut dimakan oleh hewan yang lebih besar. Dengan demikianm aliran energi dalam ekosistem mangrove dapat berlangsung.
Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun (serasah) yang banyak mengandung unsur hara tersebut tidak langsung mengalami pelapukan atau pembususkan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembanagan pohon-pohon mangrove maupun bagi marobentod itu sendiri.
Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil, yakni mikroorganisme (bakteri, fungi, protozoa, dan lainnya). Pada umumnya, keberadaan makrobentod mempercepat proses dekomposisi.
Selanjutnya komponen pengurai di wilayah ppesisir didominasi oleh jenis bakteri. Bakteri yang ditemukan hidup di mangrove terdiri atas bakteri autotrof dan heterotof. Peranan bakteri di dalam sedimen di wilayah pesisir sama dengan bakteri di dalam tanah biasa yaitu sebagai pengurai bahan organik sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Kepadatan bakteri dalam sedimen pesisir berkisar 10 – 108 ekor per gram sedimen. Tingkat kepadatan bakteri dalam sedimen tergantung pada kandungan bahan organik. Organisme pemakan detritus memperoleh energi dengan cara mencerna bakteri, protozoa dan jasad renik yang berasosiasi dengn detritus.
Selain bereperan dalam proses dekomposisi bakteri dalam perairan mangrove berperan juga dalam rantai makanan. Di laporkan bahwa daun jenis bakau-bakau yang mulai membusuk mengandung3,1 % protein, dan setelah 12 bulan kandungan ini meningkat sampai 21%. Dengan demikian, pemakan partikel seperti zooplankton, beberapa jenis ikan karang, dan udang dapat memeperoleh makanan berprotein tinggi.

Tabel di bawah ini menunjukkan kandungan unsur hara pada masing-masing jenis mangrove.
No
Jenis daun
Karbon
Nitrogen
Fosfor
Kalium
Kalsium
Magnesium
1.
Rhizophora
50.83
0.83
0.025
0.35
0.75
0.86
2.
Ceriops
49.78
0.38
0.006
0.42
0.74
1.07
3.
Avicennia
47,93
0.35
0.086
0.81
0.30
0.49
4.
Sonneratia
1.42
0.12
1.30
0.98
0.27
0.45

Berbagai tipe hutan mangrove mempunyai pola penimbunan serasah dekomposisi dan ekspor bahan yang berbeda, keseimbangan antara proses-proses ini terutama sangat tanggap terhadap pasang surut. Di hutan mangrove yang di pengaruhi pasang harian yang kemudian dikomsumsi dan diuraikan dalam ekosisstem tersebut. Sementara itu di hutan mangrove yang terlindungi serasah dan detritus lain mengurai setempat dan hanya sediki saja yang di ekspor ke ekosistem lain. Dalam hal ini ekspor yang terjadi dalam bahanorganik terlarut yang dibawa oleh air yang mengalir ke dalam sistem secara setempat pula searasah dimakan kepiting dan hewan-hewan lainnya.
Ekosistem mangrove yang terdiri atas satu jenis tumbuh di kawasan tropika menghasilkan serasah tertinggi di bandingkan dengan ekosistem mangrove yang komposisi jenisnya beraneka ragam. Taksiran produksi serasah di hutan mangrove Indonsia baru diketahui dari Pulau Rambut yang mencapai 8.53 ton/ha/tahun dan dilaporkan jumlah ini jauh lebih besar daripada produksi serasah di hutan pegunungan Cibodas.
Produktivitas tertinggi terdapat pada mangrove yang tumbuh di tempat berunsur hara yang cukup, sering terkena air tawar, dan salinitasnya rendah. Lama proses dekomposisi daun jenis pohon mangrove telah banyak diteliti, dengan hasil yang menunjukkan adanya perbedaan kecepatan waktu. Dekomposisi serasah mangrove jenis api-api memerlukan waktu sekitar 20 hari, sedangkan dekomposisi bakau memerlukan waktu selama 40 hari.
Jenis tumbuhan juga memerukan laju dekomposisi. Jenis api-api (Avicennia spp), lebih cepat mengurai daripada jenis bakau-bakau (Rhizophora spp), sehingga bila ditinjau dari segi komponenn serasah saja dapat dikatakan bahwa tanah dalam hutan api-api akan lebih subur daripada tanah dalam hutan bakau. Akan tetapi kenyataan justru sebaliknya, karena disini terlihat pada faktor-faktor lain, seperti pola pasang surut aliran air tawar dan substrat.
Kecepatan dekomposisi serasah tergantung pada banyak oksigen yang tersedia (yang bertambah bila lumpur terbuka ke udara), macamnya lumpur dan peranan hewan serta jasad renik. Kelembaban tanah juga memerlukan laju dekomposisi> Keong dan Avertebrata dasr hutan adalah pengurai serasah secara mekanis yang kemudian hasilnya diuraikan lebih lanjut oleh jasad renik.
Peranan ekosistem mangrove bagi ekosistem perairan di daerah estuaria dapat dilihat dari banyaknya ekspor serasah yang mencapai 7,1 ton/ha/tahun sampai 8.8 ton/ha/tahun. Di kawasan mangrove yang berasosiasi dengan terumbu karang, jumlah ekspor serasah tumbuhan mangrove jauh lebih kecil daripada ekspor dari hutan yang berasosiasi dengan ekosistem estuaria.
Tingginya bahan organik di perairan hutan mangrove, memungkinkan sebagai tempat pemijahan, pengasuhan, dan pembesaran atau mencari makan dari beberapa ikan atau hewab-hewab air tertentu. Sehingga di dalam hutan mangrove terdapat sejumlah besar hewan-hewan air, seperti kepiting, moluska, dan invertebrata lainnya yang hidupnya menetap di kawasan mangrove.
Produksi udang di daerah mangrove akan turun dengan berkurangnya area mangrove. Disemenanjung malaysia sebelah barat dengan tutupan mangrove sekitar 96% menghasilkan sekitar 2-4 kalinya produksi ikan (termasuk udang, dan kerang-kerangan) dibandingkan dengan produksi di semenanjung malaysia sebelah timur yang hampir tidak ada mangrovenya.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu sumber daya alam yang berpotensi bagi kehidupan , sehingga daerah tersebut mendapat tekanan penduduk dan ekonomi yang tingii. Hutan mangrove merupakan sumber daya yang mampu melindungi pantai, selain sebagai sumber daya ekonomi yang sangat berharga. Terbatasnya pemahaman nilai dan fungsi hutan mangrove di kalangan pengambilan kebijakan, secara umum mengakibatkan kawasan ini di anggap sebagai areal yang tidak produktif. Namun demikian, nilai yang dikandung di dalam ekosistem mangrove ini sangat luar biasa dan hanya bisa diketahui dengan melihat investasi yang diperlukan untuk membangun struktur perlindungan pantai dan membangun kembali untuk memperoleh fungsi alami hutan mangrove.
Kegiatan eksploitasi yang berlebihan dan alih fungsi hutan mangrove mengakibatkan degradasi kawasan hutan mangrove yang ditunjukkan secara nyata dengan semakin berkurangnya luasan hutan mangrove terutama di Pulau Jawa. Eksploitasi dan degradasi hutan mangrove mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem kawasan pantai, seperti intru air asin, abrasi pantai, punahnya berbagai jenis flora, fauna, dan biota tertentu, menurunnya keanekaragaman hayati erta kerusakan habitat yang meluas sampai daratan.
Sejalan dengn otonomi daerah, pengelolaan mangrove akan dipengaruhi oleh dinamika kelembagaan dan kebijakan daerah. Pemerintahan daerah dan kepanjangantangannya akan mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam mengelola dumberdaya alam termasuk mangrove.

2.4. Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem mangrove perlu dilakukan agar ekosistem mangrove dapat terjaga keberadaannya. Pengelolaann ekosistem tidak dapat terlepas dan saling berkaitan dengan pembangunan dan perkembangan di wilayah pesisir. Ekosistem mangrove merupakan bagian dari ekosistem wilayah pesisir, sehingga dalam perencanaan dan pengelolaan harus koordinasi, berintegrasi dan bersinergi dengan sektor lainnya. Pada dasarnya terdapat 3 langkah utama dalam pembangunan terpadu di wilayah pesisir, yaitu :
1.      Perencanaan
2.      Implementasi
3.      Pemantauan dan evaluasi
Kegiatan perencanaan dapat dimulai dari definisian masalah secara akurat. Ini penting karena jika pendefinisian masalah secara benar, maka tahap selanjutnya pun akan tidak mengenai sasaran. Kiat untuk mendefinisikan masalah secara benar diawali dengan mengenali isu dan permasalahan dengan cermat, Selain itu perlu dirunut akar permasalahan yang menyebabkan timbulnya isu dan masalah tersebut.
Supaya pembangunan di wilayah pesisir dapat berkelanjutan, secara garis besar wilayah pesisir pelu dipilah menjadi tiga mintakat / zones :
1.      Mintakat preservasi
2.      Mintakat konservasi
3.      Mintakat pemanfaatan
Adapun tahapan kegiatan dalam perencanaan untuk pengelolaan terpadu di wilayah pesisir dapat dilakukan sebagai berikut :
1.      Identifikasi isu dan permasalahan, kemudian menyusun tujuan sasaran untuk menjawab isu dan permasalahan tersebut
2.      Penentuan ruang lingkup spasial, waktu dan substansi dari perencanaan.
3.      Identifikasi pihak-pihak yang terkait, dan melibatkan peran serta mereka dalam proses pengelolaan
4.      Analisis program, piranti kelembagaan, dan alat pengelolaan yang ada, kemudian menentukan apakah semua itu sudah mencukupi untuk menjawab atau mengatasi isu permasalahan yang dihadapi
5.      Penyusunan seperangkat kegiatan (proyek) sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah direncanakan serta kondisi sistem sosial alamiah pesisir yang ada
6.      Pengumpulan dan analisis data saat ini dan mengevaluasi kebutuhan akan informasi dan penelitian lebih lanjut
7.      Penyediaan informasi bagi pembuat kebijakan untuk evaluasi kebutuhan akan informasi dan penelitian lebih lanjut.






















BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.      Ekosistem mangrove merupakan suatu kawasan yang memiliki manfaat, peran serta fungsi yang begitu penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup.
2.      Ekosistem mangrove memiliki fungsi fisik, kimia, biologi serta sosial dan ekonomi bagi makhluk hidup yang dapat menjadi daya dukung dalam pemanfaatanya.
3.      Oleh karena sifatnya yang rentan, dalam pendayagunaaan ekosistem mangrove ini diperlukan adanya kebijakan dan kearifan agar pemanfaatan dapat bersifat berkelanjutan.
4.      Tiga langkah utama yang dibutuhkan dalam pembangunan terpadu di wilayah pesisir, yaitu, perencanaan, implementasi, pemantauan dan evaluasi.
5.      Supaya pembangunan di wilayah pesisir dapat berkelanjutan, secara garis besar wilayah pesisir pelu dipilah menjadi tiga mintakat, yaitu mintakat preservasi, mintakat konservasi dan mintakat pemanfaatan.

3.2. Saran
Pengelolaan ekosistem mangrove perlu dilakukan agar ekosistem mangrove dapat terjaga keberadaannya. Pengelolaann ekosistem tidak dapat terlepas dan saling berkaitan dengan pembangunan dan perkembangan di wilayah pesisir. Ekosistem mangrove merupakan bagian dari ekosistem wilayah pesisir, sehingga dalam perencanaan dan pengelolaan harus koordinasi, berintegrasi dan bersinergi dengan sektor lainnya.






DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan Dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Institut Pertanian Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dahuri, R, dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT Pradnya Paramita

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPPM). 1998. Pengembangan peran serta masyarakat dan Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan

Priyanto, E.B. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Mangrove di Kawasan Pesisir Kabupaten Pemalang. Wet-land Indonesia

Saparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Semarang : Dahara Prize

Ulqodry, T.Z. 2002. Gambaran Umum Potensi, Ancaman dan Upaya Perlindungan Ekosistem Hutan Mangrove di Pesisir Timur Sembilang Sumatera Selatan. Palembang : Universitas Sriwijaya

Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta : Grasindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar