BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sumber
daya alam pesisir dan laut yang merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati atau biotik dan komponen
nonhayati (abiotik), mutlak dibutuhkan manusia untuk hidup dan untuk
meningkatkan mutu kehidupan. Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang
seharusnya dapat bersifat berkelanjutan (sustainable)
adalah sumber daya alam yang dapat diperbaruhi (renewable resources) dan salah satu sumber daya alam yang dapat
pulih atau dapat diperbaruhi yang sangat potensial untuk menunjang pembangunan
ekonomi nasional adalah hutan mangrove.
Hutan
mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan berkembang baik di
daerah tropis, seperti Indonesia. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan
ekonomi yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup. Secara ekologis, hutan
mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah perbesaran (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan dan
spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove yang jatuh di perairan menjadi
sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas
peraikanan peraiaran laut di depannya.
Hutan
mangrove juga merupakan habitat (rumah) bagi berbagai jenis burung, reptil,
mamalia dan jenis-jenis kehidupan lainnya, sehingga hutan mangrove menyediakan
keanekaragaman hayati dan plasma nutfah yang tinggi serta fungsi sebagai sistem
penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan kanopi yang rapat serta kokoh,
hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran
gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air
laut dan gaya-gaya laut lainnya.
Secara
ekonomi, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan
bangunan, arang dan bahan baku kertas. Selain itu, hutan mangrove juga dapat
dimanfaatkan untuk industri peternakan lebah madu, ecotourisme dan kegiatan ekonomi lainnya. Saat ini, Indonesia
memiliki hutan mangrove dengan luas sekitar 2,3 juta ha. Apabila kita dapat
mengelolanya secara aktif, seperti halnya Malaysia, hutan mangrove dapat
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Sayangnya,
presepsi dan cara-cara dalam pemanfaatan hutan mangrove cenderung bersifat
dekstruktif dan ekstraktif serta tidak mengindahkan asas-asas kelestraiannya.
Konservasi hutan mangrove menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, tambak
dan peruntukan lainnya terjadi secara tak terkendali. Padahal banyak teknik
yang memunginkan berbagai kegiatan pembangunan tersebut dapat berdampingan
secara harmonis dengan hutan mangrove. Penebangan hutan mangrove pun dilakukan
secara semena-mena melebihi kemampuan regenerasinya.
Walaupun
di beberapa tempat di Indonesia (Sumatera, Jawa dan Sulawesi Selatan) di
lakukan eksploitasi secara berlebihan, Indonesia masih memiliki hutan mangrove
terbesar di dunia. Sampai beberapa lama hutan-hutan itu mendukung kehidupan
masyarakat sekitarnya menjadi tanda tanya karena sampai saat ini hutan-hutan
tersebut terus dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove secara tak
terkendali di masa lalu. Akan tetapi, dua penyebab utama adalah karena ketidak
tahuan tentang arti dan peran penting mangrove bagi kehidupan, termasuk
manusia, dan kurangnya penguasaan tentang teknik-teknik pengelolaan mangrove
yang ramah lingkungan.
Oleh
karena itu eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya mangrove perlu
dilakukan secara berkelanjutan agar keuntungan ekonomi dan kesejahteraan rakyat
Indonesia tetap berjalan dengan baik, namun ekologi dan ekosistem mangrove
tetap terjaga kelestariannya.
1.2.Tujuan
- Mengekplorasi sumber daya laut dan pesisir, terutama eksplorasi terhadap ekosistem mangrove.
- Mengetahui manfaat dan fungsi dari ekosistem mangrove agar pelakasanaan eksplorasi terhadapnya dapat belangsung secara berkesinambungan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sehubungan
dengan manfaat ekologis dan ekonomis yang penting tersebut, ekosistem hutan
mangrove sebagai ekosistem produktif di wilayah pesisir dan lautan sudah
selayaknya untuk dipertahankan keberadaan dan kualitasnya dengan eksplorasi
hutan mangrove secara berkelanjutan. Tempat
hidup/habitat mangrove di daerah antara level pasang-nai tertinggi (maximum
spring tide) sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata
(mean sea level). Komunitas hutan mangrove hidup di daerah pantai terlindung di
daerah tropis dan subtropis. Layaknya hutan mangrove berada pada kawasan
pinggir pantai, muara dan sungai yang mengalami rembesan air laut.
Hutan
mangrove mempunyai tiga fungsi utama bagi kelestarian sumberdaya, yakni :
1. Fungsi
fisik, hutan mangrove secara fisik menjaga dan menstabilkan garis pantai serta
tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, mempercepat
pembentukan lahan baru
2. Fungsi
biologi adalah sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makanan
(feeding ground), tempat bekembang biak (spawning ground) berbagai
jeniscrustaceae, ikan, burung, biawak dan ular. Sebagai tempat tumbuh-tumbuhan
epifit dan parasit seperti anggrek, pakis dan tumbuhan lainnya dan berbagai
kehidupan. Hutan mangrove juga sebagai penghasil serasah / zat hara yang cukup
tinggi produktivitasnya jika dibandingkan dengan hutan darat tropika. Unsur
hara yang terkandung didalamnya adalah nitrogen, magnesium, natrium, kalsium,
fosfor dan sulfur.
3. Fungsi
ekonomi yakni kawasan hutan mangrove berpotensi sebagai tempat rekreasi, lahan
pertambangan, dan penghasil devisa dengan produk bahan baku industri.
2.1.Peran ekosistem
mangrove
Sumber daya ekosistem mangrove
termasuk dalam sumber daya wilayah pesisir, merupakan sumber daya yang bersifat
alami dan dapat diperbaruhi (renewable resoureces) yang harus dijaga keutuhan
fungsi dan kelestariannya, supaya dapat menunjang pembangunan dan dapat
dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang lestari.
Selain ekosistem mangrove diwilayah
pesisir terdapat juga ekosistem lain, baik yang bersifat alami (natural) maupun
buatan (manmade). Ekosistem alami yaitu terumbu karang (coral reefs), padang
lamun (sea grass bed), pantai pasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky
beach), formasi pescaprea, formasi barringtonia, estuaria, laguna, dan delta.
Sedangkan ekosistem buatan antara lain tambak, sawah pasang surut, perkebunanm
kawasan pariwisata, industri dan permukiman.
Sumber daya mangrove mempunyai
beberapa peran baik secara fisik, kimia, maupun biologi yang sangat menunjang
penyangga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir.
a. Sebagai
pelindung dan penahan pantai
Tumbuhan mangrove mempunyai sistem
perakaran yang khas berupa akar tunjang, pneumatofor, dan akar lutu dapat
menghambat arus air dan ombak. Perakaran tumbuhan menyebabkan kekuatan arus dan
ombak menjadi lemah dan garis pantai terhindar dari pengikisan (absrasi). Bahkan
dengan melemahnya arus akan mengendap dan terjebak di antara akar-akar mengrove
sehingga dapat menyebabkan garis pantai bergerak ke arah laut.
Sebagai salah satu penghalang atau
benteng untuk meredam gelombnag tsunami, penahan pantai alami dari komunitas
mangrove juga sangat dianjurkan selain dengan metode atau tahapan-tahapan lain
secara terintegrasi. Rimbunan
tajuk pohon mangrove juga menjadi penahan tiupan angin laut sehingga kawasan di
belaknag hutan pantai dapat terhindar dari kerusajan oleh angin laut yang
kencang. Secara keseluruhan akan memengaruhi iklim mikro dari kawasan tersebut.
b. Sebagai
penghasil bahan organik
Hutan mangrove merupakan mata
rantai utama dalam jaringan makanan di ekosistem mangrove. Kehidupan dalam air
biasanya dimuali dari fitoplankton (plankton nabati) sebagai rantai makanan
yang terendah. Namun, untuk kawasan hutan mangrove agak berbeda, karena
konsentrasi fitoplankton lebih sedikit dibandingkan dengan perairan laut. Hal
ini karena fungsi fitoplankton telah disubtitusi oleh daun-daun pohon pantai,
terutama mangrove.
Daun mangrove yang gugur sebagai
serasah daun akan didekomposisi oleh jasad renik yang akan menjadi zat hara
atau detritus. Zat hara sangat berguna sebagai penyubur tanah dan sebagai
makanan mikrofauna di hutan mangrove. Mikrofauna pemakian ditritus akan dimakan
oleh ikan-ikan atau fauna yang lebih besar, dan pada akhirnya ikan-ikan yang
lebih besar akan dimakan tingkat fauna yang lebih tinggi. Rantai makan tersebut
akan terus berputar pada ekosistem hutan mangrove asal tidak ada pemutusan
terhadap unsur pada rantai makanan tersebut.
c.
Sebagai habitat fauna
mangrove
Hutan mangrove berfungsi sebagai
tempat mencari makanan, berlindung, berpijah, dan pembesaran bagi jenis-jenis
binatang air seperti ikan dan udang serta organisme air lainnya. Hutan mangrove
juga menjadi tempat berkembangan biak berbagai jenis binatang darat, seperti
burung air dan kalong. Bahkan banyak burung pengembara yang akan datang dari
daratan atau daerah lainnya yang memanfaatkan hutan mangrove. Termasuk
satwa-satwa yang dilindungi oleh pemerintah.
Jenis ikan komersial yang
memanfaatkan perlindungan hutan mangrove adalah ikan kakap putih (Lates
calcarifer), bandeng (Chanos chanos), belanak (Mugil sp), udang windu (Penaeus
monodon fabricus), udang putih (Penaeus merguensis atau Penaeus indicus), udang
galah atau udang satang (Macrobrachium rosenbergii), dan kepiting (Scylla
serrata).
Kondisi perairan yang tenag serta
lindung dengan berbagai macam tumbuhan dan bahan makanan menyebabkan perairan
hutan mangrove menjadi tempat yang sangat baik untuk berkembang biak.
d. Sebagai
sumber bahan industri dan obat-obatan
Hutan mangrove sangat penting
artinya terutama bagi penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya
alam ini, misalnya sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar (fire wood), arang
(charcoal), bahan baku kertas (pulp), tatal kayu olahan (woodchips), dan lem.
Kayu bakau dan mangrove pada
umumnya dapat dipakai untuk tiang-tiang rumah serta perabotan rumah tangga di
tepi pantai. Seiring dengan perkembangan teknologi maka kayu bakau banyak
digunakan sebagai bahan baku kertas dan papan buatan. Selain itu, kulit pohon
Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops banyak mengandung tanin yang dapat digunakan
sebagai bahan penyamak kulit.
Kecenderungan pola hidup masyarakat
kembali pada alam (back to nature), mengakibatkan tanaman mangrove dimanfaatkan
sebagai bahan pbat-obatan, karena memang beberapa jenis mangrove mempunyai
khasiat pengobatan untuk beberapa jenis penyakit. Tentu tidak menutup
kemungkinan bahwa pemanfaatan mangrove sebagai bahan obat-obatan dapat
dikembangkan dengan proses teknologi modern.
e. Sebagai
kawasan pariwisata dan konservasi
Pantai berpasir terutama pantai
yang memiliki pasir putih dan butiran pasirnya halus, biasanya dijadikan
kawasan pariwisata pantai karena keindahan alam dan kebersihan pantainya,
sperti pantai Sanur dan Kuta di Bali, Pangandaran, Pelabuhan Ratu, dan Carita
di Jawa Barat, Parang Tritis di Jawa Tengah, Kepulauan Seribu di jakarta,
Kepulauan Karimunjawa di Jepara, Pasir Putih di Jawa Timur . Pantai tersebut
mempunyai nilai jual yang tinggi bagi parawisata.
Pengelolaan ekosistem hutan
mangrove di Indonesia masih mengizinkan adanya konservasi mangrove, eksploitasi
kayu, dan pemanfaatan jasa lainnya. Kecenderungan masyarakat dunia dan beberapa
negara di dunia termasuk China dan Thailand saat ini telah melarang adanya
konservasi mangrove untuk kegiatan budidaya dan pembangunan lainnya. Hal ini
dilandasi akan kesadaran bahwa manfaat dan fungsi ekosistem mangrove sangat
penting bagi sistem penyangga kehidupan.
Dalam kaitannya dengan konservasi
mangrove, Pemerintahan Indonesia merupakan salah satu negara yang turut
meratifikasi Konservasi Lahan Basah dengan terbitnya Keppres 48 tahun 1999.
Dalam konservasi tersebut, ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem
lahan basah yang harus dilindungi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia
mempunyai tanggung jawab untuk melakukan perlindungan terhadap ekosistem.
Sesuai dengan prinsip kelestarian
hutan yang merupakan pedoman dalam pengesuahaan hutan maka dlam pengusahaannya
hutan mangrove harus diperhatikan segi kelestariaannya. Penebangan dilakukan
secara selektif terhadap pohon mangrove yang berdiameter lebih dari 10 cm,
kelestarian hutan pantai merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kegiatan pengusahaan hutan. Pada pengusahaan hutan mangrove juga dikenal
berbagai sistem silvikultur yang mengatur pelaksanaan penebangan.
Pemanfaatan sumber daya alam
termasuk hutan mangrove pengusahaan
fungsi ekonomialnya lebih menonjol daripada fungsi yang lain.
Pemanfaatan hutan mangrpve yang sifatnya masih tradisional biasanya cenderung
masih terkendali. Karena hanya mengambil keuntungan ekonomi dari lingkungan
sekitar tumbuhnya mangrove. Namun dalam perjalannya selanjutnya pemanfaatan berkembang
ke dalam usaha besar-besaran, baik untuk memanfaatkan kayu maupun membuka hutan
untuk memfungsikan lahannya.
Pengelolaan kawasan mangrove harus
menggunakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang berorentasi pada
komponen sumber daya hutan sebagai ekosistem (forest resources management) dan
menempatkan masyarakat desa hutan sebagai mitra.
2.2.
Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
Keterkaitan dengan potensi hutan mangrove ada
beberapa fungsi dan manfaat baik yang langsung maupun tidak langsung yang dapat
di rasakan oleh manusia dan lingkungannya.
a. Fungsi
fisik kawasan mangrove
1. Menjaga
garis pantai agar pantai agar tetap stabil
2. Melindungi
pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi
3. Mengurangi
atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat
4. Merendam
dan mendahan hempasan badai tsunami
5. Menahan
sedimen sacara periodik sampai terbentuk lahan baru
6. Sebagai
kawasan pengangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai
filter air asin menjadi tawar.
b. Fungsi
Kimia kawasan mangrove
1. Sebagai
tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen dan menyerap
karbondioksida
2. Sebagai
pengolahan bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di
lautan.
c. Fungsi
biologi kawasan mangrove
1. Merupakan
penghasil bahan pelapukan (sekomposer) yang merupakan sumber makanan penting
bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus), yang kemudian
berperan sebagi sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
2. Sebagai
kawasan pemijahan (spawning ground) atau asuhan (nursery ground) bagi udang,
ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya yang setelah dewasa akan kembali ke
lepas pantai.
3. Merupakan
kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan
satwa lain.
4. Sebagi
sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
5. Sebagai
habitat alami bagi berbagau jenis biota darat dan laut lainnya.
d. Fungsi
sosial ekonomi
1. Penghasil
bahan bakar, bahan baku industri, obat-obatan, perabotan rumah tangga,
kosmetik, makanan, tekstil, lem, penyamak kulit dan lainnya.
2. Penghasil
bibit/benih ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung, madu dan lainnya.
3. Sebagai
kawasan wisata, konservasi, pendidikan dan penelitian
Adapun manfaat dari masing-masing jenis pohon
mangrove adalah sebagaimana tercantum pada tabel 1.
Pemanfaatan hutan mangrove secara rasional
bagi pertanian, pertambakan atau kepentingan lain hendaknya mencakup
unsur-unsur berikut :
·
Selektif, dalam hal
komoditas yang akan dikembangkan sehingga dapat mencapai tujuan pembangunan
pertanian.
·
Preservasi yang harus
dilaksanakan andaikan pembukaan lahan mangrove akan berakibat menghilangkan
fungsi fisik. Kawasan mangrove dengan tebal jalur hijau tipis seperti terdapat
di Jawa, Bali, NTT, NTB termasuk yang dianjurkan untuk dipreservasikan.
Tabel
1
No
|
Jenis-jenis
Mangrove
|
Manfaat
|
1.
|
Achantus
ebractiatus/ilicifolius
|
Buahnya
yang lunak digunakan untuk membersihkan (memeurnikan darah dan penawar racun
dari gigtan ular); daunnya untuk menghilangkan sakit rematik dan pengawet
rambut
|
2.
|
Acrotichum
aureum
|
Daunnya
untuk makanan ternak dan atap rumah
|
3.
|
Aegialitis
rotundifolia
|
Papan
serpih, lem, kayu untuk ikan asap, tanin untuk penyamak kulit
|
4.
|
Aegiliaties
sp
|
Bakaran
kayu untuk obat perut
|
5.
|
Aegiceras
sorniculatum
|
Perabotan
rumah tangga dan pegangan alat, kayu bakar, blok, pancang kertas
|
6.
|
Amoora
cucullata
|
Mainan
anak-anak
|
7.
|
Avecinnea
sp.
|
Tiang
pagar, pipa, papan serpih, lem, penumbuk padi
|
8.
|
A.
alba
|
Kayu
bakar, balok, pancang, tiang pagar, pipa, papan serpih, kayu untuk ikan asap,
pipa, kertas
|
9.
|
A.
eucalyptifolia
|
Tiang
pagar, pipa, papan serpih, lem
|
10.
|
A.
germinans
|
Kayu
bakar, arang, tangga, kayu, bantalan jalan kereta, bahan bangunan kapal,
tiang pancang untuk dok, balok, lantai, papan bingkai, tiang pagar, pipa
papan serpih, lem, pasak
|
11.
|
A.
marina
|
Kayu
bakar, bahan bangunan kapal, balok, pancang, kayu untuk ikan asap, kertas
|
12.
|
A.nitida
|
Kayu
bakar, arang, kayu, tangga, konstruksi berat, bantalan jalan kereta, bahan
bangunan kapal, lantai, balok, panel, tiang pagar, pipa, papan serpih, lem,
pasak
|
13.
|
A.offcinalis
|
Kayu
bakar, kayu untuk ikan asap, kertas
|
14.
|
A.
schaneriana
|
Kayu
bakar, untuk penyamak ikan
|
15.
|
Bruguera
sp
|
Serat
sintesis, bahan pencelup pakaian
|
16.
|
B.
cylindrical
|
Kayu
bakar, arang, tangga, tugal, kertas, untuk penyamak kulit
|
17.
|
B.
gymnorrhiza
|
Tiang
pagar, kayu bakar untuk penyamak kulit, arang, tangga, tiang bangunan,
uparaca keagamaan
|
18.
|
B.
partiflora
|
Kayu
bakar, arang, tangga, tugal, kertas, untuk penyamakan kulit
|
19.
|
B.
sexangula
|
Kayu
bakar, untuk penyamakan kulit arang, tangga, tugal, kertas
|
20.
|
Carv=bera
manghas
|
Buahnya
untuk mengobati rematik. Biji mengandung minyak untuk obat-obatan. Kulit dan
cairan tubuhnya mengandung bahan untuk obat urus-urussan
|
21.
|
Camptostemon
schultzii
|
Kayu
bangunan dan pulp
|
22.
|
Ceriops
sp.
|
Arang,
bahan pencelup pakaian, makanan ternak
|
23.
|
C.
decandra
|
Kayu
bakar, bangunan berat, balok, pancang, penyamak kulit
|
24.
|
Cynometra
ramiflora
|
Kayu
bakar
|
25.
|
Derris
heterophylla
|
Untuk
pelemah ikan
|
26.
|
Exoecaria
agallocha
|
Kayu,
tangga, papan bingkai, kertas, korek api, kemeyan, mainan
|
27.
|
Heritiera
formes
|
Kayu,
tangga, konstruksi berat, bangunan kapal, papan bingkai, alat rumah tangga,
korek api, tiang pancang, mainan
|
28.
|
Intsia
bijuga
|
Kayu
bangunan
|
29.
|
H.
littoralis
|
Bahan
untuk membuat kapal kayu, kayu bangunan, kayu bakar, biji untuk menyembuhkan
diare, cairan kayu mengandung racun
|
30.
|
Lumnizera
sp
|
Kayu
bangunan, tiang listrik, telepon, kayu bakar, rebusan daun untuk mengindahkan
suara burung
|
31.
|
Nypa
frutican
|
Daun
untuk atap rumah, daun muda untuk pembungkus rokok, cairan tubuh untuk gula,
alkohol dan cuka
|
32.
|
Oncosperma
tigillaria
|
Tiang
penyangga, penyangga rumah, lantai, tiang gantung ikan. Bunganya ditambhakan
ke nasi untuk penyedap rasa; pengawet buah-buahan; daun muda untuk sayuran
|
33.
|
Pluchea
indica
|
Rebusan
daun sebagai obat untuk sakit perut; daun muda dapat dimakan
|
34.
|
Rhizophora
sp.
|
Tanin
untuk bahan pengawet jala, bahan pencelup pakaian, tanin untuk penyamak
kulit, kerajinan kayu.
|
35.
|
R.
apiculata
|
Papan
serpih, alat rumah tangga, bantalan jalan kereta, lem, kayu bakar, balok,
pancang, kertas
|
36.
|
R.
mucronata
|
Perabot
rumah tangga, bantalan jalan kereta, lem, kayu bakar, balok, pancang, kertas
|
37.
|
R.
harrisonil
|
Papan
serpih, bahan bangunan kapal, konstruksi, kayu bakar, balok, pancang arang,
lem, lantai, bantalan jalan kereta, pipa
|
38.
|
R.
racemosa
|
Kayu
bakar, balok, pancang, penyamak jala dan kulit, arang, bahan bangunan, papan
bingkai, lem, kerajinan kayu, papan serpih
|
39.
|
Sonneratia
alba
|
Pelampung,
bahan pencelup pakaian, meubel, kosmetik
|
40.
|
S.
caeseolaris
|
Kertas,
pasak, pelampung, bahan pencelup pakainan, meubel, kosmetik
|
41.
|
Xylocarpus
sp.
|
Kayu
bakar, bahan pencelup pakaian, meuble
|
42.
|
Xyclocarpus
granatum
|
Kayu
bakar, bantalan jalan kereta, papan bingkai, mainan, pensil, ukiran, bahan
pencelup pakaian, meuble
|
43.
|
X.
moluccensis
|
Kayu
bakar, bantalan jalan kereta, papan bingkai, maianan, pensil, ukiran, bahan
pencelup pakaian, meuble
|
·
Konservasi, pembukaan
lahan mangrove uuntuk berbagai kepentingan harus disertai dengan usaha untuk
menyisihkan sebagian dari lahan mangrove sebagi jalur hijau. Kegiatan
konservasi ini dapat dilaksanakan di wilayah mangrove dengan tebal jalur hijau
lebar atau sedang seperti Irian Jaya, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan
Sumatera Bagian Timur.
·
Efisiensi, lahan
mangrove harus digunakan secara efisiensi. Untuk itu pembukaan lahan mangrove
untuk alih fungsi sebagai fungsi ekonomis harus memperhatiakan fungsi
ekologisnya.
2.3.
Produktivitas Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem pesisir,
mempunyai prosuktivitas hayati tinggi. Lugo dan snedaker (1974) menegaskan
bahwa produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5.000 gr C/m2/th. Nilai produktivitas ini
bergantung kepada toleransi jenis tumbuhan terhadap variasi faktor lingkungan.
Faktor yang berpengaruh adalah :
1. Faktor
pasang surut (transportasi oksigen, pertukaran air tanah, pembuangan bahan
kimia beracun, penurunan salinitas dan pertukaran hara).
2. Faktor
kimia air (pengaturan tekanan osmotik tumbuhan oleh salinitas, pengaturan
kesuburan).
Walaupun produktivitas mangrove tinggi, namun dari
total produksi daun tersebut hanya sekitar 5% yang dikonsumsi langsung oleh
hewan-hewan terrestrial pemakannya, sedangkan sisanya (95%) masuk ke lingkungan
perairan sebagai debris dari serasah atau gugur daun. Karena itulah hutan
mangrove mempunyai kandungan bahan organisk yang sangat tinggi. Kondisi ini
sering dimanfaatkan oleh para petani tambak untuk budidaya perikanan.
Daun materi dan daur ulang energi dalam ekosistem
mangrove dapat diawali dari biomassa mangrove. Akumulasi biomassa merupakan
total bahan tumbuhan yang dihasilkan di atas dan di bawah permukaan tanah dalam
periode waktu tertentu. Umumnya hutan mangrove sangat produktif. Produktivitas
itu tergantung pada karbon yang terinkoorporasi dalam proses fotosintesisi yang
menghasilkan bahan tumbuhan baru. Produksi biomassa pada kurun waktu tertentu
sangat sukar diukur dan sangat bervariasi. Produktivitas hutan mangrove dapat
sangat kecil jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan.
Kontribusi mangrove sebagai karbon dalam rantai
makanan tergantung pada jumlah daun dan ranting yang rontok ke lumpur di sebut
serasah (letter). Serasah yang masuk ke air dapat menjadi makanan bagi beberapa
hewan dan serangga, namun hanya menghabiskan sumber karbon yang kecil sekali. Di perkirakan serasah
mangrove yang terendam air mengeluarkan karbon yang dpat tersedia langsung
(dimanfaatkan oleh plankton) dan sisanya diyraikan oleh beraneka ragam jamur
dan mikroba yang membuat serasah tersebut dimakan oleh hewan yang lebih besar.
Dengan demikianm aliran energi dalam ekosistem mangrove dapat berlangsung.
Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun
(serasah) yang banyak mengandung unsur hara tersebut tidak langsung mengalami
pelapukan atau pembususkan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan
hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang
sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembanagan
pohon-pohon mangrove maupun bagi marobentod itu sendiri.
Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang
bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang
kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil, yakni mikroorganisme
(bakteri, fungi, protozoa, dan lainnya). Pada umumnya, keberadaan makrobentod
mempercepat proses dekomposisi.
Selanjutnya komponen pengurai di wilayah ppesisir
didominasi oleh jenis bakteri. Bakteri yang ditemukan hidup di mangrove terdiri
atas bakteri autotrof dan heterotof. Peranan bakteri di dalam sedimen di
wilayah pesisir sama dengan bakteri di dalam tanah biasa yaitu sebagai pengurai
bahan organik sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Kepadatan bakteri dalam
sedimen pesisir berkisar 10 – 108 ekor per gram sedimen. Tingkat kepadatan
bakteri dalam sedimen tergantung pada kandungan bahan organik. Organisme
pemakan detritus memperoleh energi dengan cara mencerna bakteri, protozoa dan
jasad renik yang berasosiasi dengn detritus.
Selain bereperan dalam proses dekomposisi bakteri
dalam perairan mangrove berperan juga dalam rantai makanan. Di laporkan bahwa
daun jenis bakau-bakau yang mulai membusuk mengandung3,1 % protein, dan setelah
12 bulan kandungan ini meningkat sampai 21%. Dengan demikian, pemakan partikel
seperti zooplankton, beberapa jenis ikan karang, dan udang dapat memeperoleh
makanan berprotein tinggi.
Tabel di bawah ini menunjukkan kandungan
unsur hara pada masing-masing jenis mangrove.
No
|
Jenis
daun
|
Karbon
|
Nitrogen
|
Fosfor
|
Kalium
|
Kalsium
|
Magnesium
|
1.
|
Rhizophora
|
50.83
|
0.83
|
0.025
|
0.35
|
0.75
|
0.86
|
2.
|
Ceriops
|
49.78
|
0.38
|
0.006
|
0.42
|
0.74
|
1.07
|
3.
|
Avicennia
|
47,93
|
0.35
|
0.086
|
0.81
|
0.30
|
0.49
|
4.
|
Sonneratia
|
1.42
|
0.12
|
1.30
|
0.98
|
0.27
|
0.45
|
Berbagai tipe hutan mangrove mempunyai pola
penimbunan serasah dekomposisi dan ekspor bahan yang berbeda, keseimbangan
antara proses-proses ini terutama sangat tanggap terhadap pasang surut. Di
hutan mangrove yang di pengaruhi pasang harian yang kemudian dikomsumsi dan
diuraikan dalam ekosisstem tersebut. Sementara itu di hutan mangrove yang
terlindungi serasah dan detritus lain mengurai setempat dan hanya sediki saja
yang di ekspor ke ekosistem lain. Dalam hal ini ekspor yang terjadi dalam
bahanorganik terlarut yang dibawa oleh air yang mengalir ke dalam sistem secara
setempat pula searasah dimakan kepiting dan hewan-hewan lainnya.
Ekosistem mangrove yang terdiri atas satu jenis
tumbuh di kawasan tropika menghasilkan serasah tertinggi di bandingkan dengan
ekosistem mangrove yang komposisi jenisnya beraneka ragam. Taksiran produksi
serasah di hutan mangrove Indonsia baru diketahui dari Pulau Rambut yang
mencapai 8.53 ton/ha/tahun dan dilaporkan jumlah ini jauh lebih besar daripada
produksi serasah di hutan pegunungan Cibodas.
Produktivitas tertinggi terdapat pada mangrove yang
tumbuh di tempat berunsur hara yang cukup, sering terkena air tawar, dan
salinitasnya rendah. Lama
proses dekomposisi daun jenis pohon mangrove telah banyak diteliti, dengan
hasil yang menunjukkan adanya perbedaan kecepatan waktu. Dekomposisi serasah
mangrove jenis api-api memerlukan waktu sekitar 20 hari, sedangkan dekomposisi
bakau memerlukan waktu selama 40 hari.
Jenis tumbuhan juga memerukan laju dekomposisi.
Jenis api-api (Avicennia spp), lebih cepat mengurai daripada jenis bakau-bakau
(Rhizophora spp), sehingga bila ditinjau dari segi komponenn serasah saja dapat
dikatakan bahwa tanah dalam hutan api-api akan lebih subur daripada tanah dalam
hutan bakau. Akan tetapi kenyataan justru sebaliknya, karena disini terlihat
pada faktor-faktor lain, seperti pola pasang surut aliran air tawar dan
substrat.
Kecepatan dekomposisi serasah tergantung pada banyak
oksigen yang tersedia (yang bertambah bila lumpur terbuka ke udara), macamnya
lumpur dan peranan hewan serta jasad renik. Kelembaban tanah juga memerlukan
laju dekomposisi> Keong dan Avertebrata dasr hutan adalah pengurai serasah
secara mekanis yang kemudian hasilnya diuraikan lebih lanjut oleh jasad renik.
Peranan ekosistem mangrove bagi ekosistem perairan
di daerah estuaria dapat dilihat dari banyaknya ekspor serasah yang mencapai
7,1 ton/ha/tahun sampai 8.8 ton/ha/tahun. Di kawasan mangrove yang berasosiasi
dengan terumbu karang, jumlah ekspor serasah tumbuhan mangrove jauh lebih kecil
daripada ekspor dari hutan yang berasosiasi dengan ekosistem estuaria.
Tingginya bahan organik di perairan hutan mangrove,
memungkinkan sebagai tempat pemijahan, pengasuhan, dan pembesaran atau mencari
makan dari beberapa ikan atau hewab-hewab air tertentu. Sehingga di dalam hutan
mangrove terdapat sejumlah besar hewan-hewan air, seperti kepiting, moluska,
dan invertebrata lainnya yang hidupnya menetap di kawasan mangrove.
Produksi udang di daerah mangrove akan turun dengan
berkurangnya area mangrove. Disemenanjung malaysia sebelah barat dengan tutupan
mangrove sekitar 96% menghasilkan sekitar 2-4 kalinya produksi ikan (termasuk
udang, dan kerang-kerangan) dibandingkan dengan produksi di semenanjung
malaysia sebelah timur yang hampir tidak ada mangrovenya.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu sumber daya
alam yang berpotensi bagi kehidupan , sehingga daerah tersebut mendapat tekanan
penduduk dan ekonomi yang tingii. Hutan mangrove merupakan sumber daya yang
mampu melindungi pantai, selain sebagai sumber daya ekonomi yang sangat
berharga. Terbatasnya pemahaman nilai dan fungsi hutan mangrove di kalangan
pengambilan kebijakan, secara umum mengakibatkan kawasan ini di anggap sebagai
areal yang tidak produktif. Namun demikian, nilai yang dikandung di dalam
ekosistem mangrove ini sangat luar biasa dan hanya bisa diketahui dengan
melihat investasi yang diperlukan untuk membangun struktur perlindungan pantai
dan membangun kembali untuk memperoleh fungsi alami hutan mangrove.
Kegiatan eksploitasi yang berlebihan dan alih fungsi
hutan mangrove mengakibatkan degradasi kawasan hutan mangrove yang ditunjukkan
secara nyata dengan semakin berkurangnya luasan hutan mangrove terutama di
Pulau Jawa. Eksploitasi
dan degradasi hutan mangrove mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem
kawasan pantai, seperti intru air asin, abrasi pantai, punahnya berbagai jenis
flora, fauna, dan biota tertentu, menurunnya keanekaragaman hayati erta kerusakan
habitat yang meluas sampai daratan.
Sejalan dengn otonomi daerah, pengelolaan mangrove akan
dipengaruhi oleh dinamika kelembagaan dan kebijakan daerah. Pemerintahan daerah
dan kepanjangantangannya akan mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam mengelola
dumberdaya alam termasuk mangrove.
2.4.
Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem mangrove perlu dilakukan agar
ekosistem mangrove dapat terjaga keberadaannya. Pengelolaann ekosistem tidak
dapat terlepas dan saling berkaitan dengan pembangunan dan perkembangan di
wilayah pesisir. Ekosistem mangrove merupakan bagian dari ekosistem wilayah
pesisir, sehingga dalam
perencanaan dan pengelolaan harus koordinasi, berintegrasi dan bersinergi
dengan sektor lainnya. Pada dasarnya terdapat 3 langkah utama dalam pembangunan
terpadu di wilayah pesisir, yaitu :
1. Perencanaan
2. Implementasi
3. Pemantauan
dan evaluasi
Kegiatan perencanaan dapat dimulai dari definisian
masalah secara akurat. Ini penting karena jika pendefinisian masalah secara
benar, maka tahap selanjutnya pun akan tidak mengenai sasaran. Kiat untuk
mendefinisikan masalah secara benar diawali dengan mengenali isu dan
permasalahan dengan cermat, Selain itu perlu dirunut akar permasalahan yang
menyebabkan timbulnya isu dan masalah tersebut.
Supaya pembangunan di wilayah pesisir dapat
berkelanjutan, secara garis besar wilayah pesisir pelu dipilah menjadi tiga
mintakat / zones :
1. Mintakat
preservasi
2. Mintakat
konservasi
3. Mintakat
pemanfaatan
Adapun tahapan kegiatan dalam perencanaan untuk
pengelolaan terpadu di wilayah pesisir dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Identifikasi
isu dan permasalahan, kemudian menyusun tujuan sasaran untuk menjawab isu dan
permasalahan tersebut
2. Penentuan
ruang lingkup spasial, waktu dan substansi dari perencanaan.
3. Identifikasi
pihak-pihak yang terkait, dan melibatkan peran serta mereka dalam proses
pengelolaan
4. Analisis
program, piranti kelembagaan, dan alat pengelolaan yang ada, kemudian
menentukan apakah semua itu sudah mencukupi untuk menjawab atau mengatasi isu
permasalahan yang dihadapi
5. Penyusunan
seperangkat kegiatan (proyek) sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah
direncanakan serta kondisi sistem sosial alamiah pesisir yang ada
6. Pengumpulan
dan analisis data saat ini dan mengevaluasi kebutuhan akan informasi dan
penelitian lebih lanjut
7. Penyediaan
informasi bagi pembuat kebijakan untuk evaluasi kebutuhan akan informasi dan
penelitian lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Ekosistem mangrove merupakan suatu kawasan yang memiliki
manfaat, peran serta fungsi yang begitu penting dalam menunjang kehidupan
makhluk hidup.
2. Ekosistem mangrove memiliki fungsi fisik, kimia,
biologi serta sosial dan ekonomi bagi makhluk hidup yang dapat menjadi daya
dukung dalam pemanfaatanya.
3. Oleh karena sifatnya yang rentan, dalam
pendayagunaaan ekosistem mangrove ini diperlukan adanya kebijakan dan kearifan
agar pemanfaatan dapat bersifat berkelanjutan.
4. Tiga langkah utama yang dibutuhkan dalam pembangunan
terpadu di wilayah pesisir, yaitu, perencanaan, implementasi, pemantauan dan
evaluasi.
5. Supaya
pembangunan di wilayah pesisir dapat berkelanjutan, secara garis besar wilayah
pesisir pelu dipilah menjadi tiga mintakat, yaitu mintakat preservasi, mintakat
konservasi dan mintakat pemanfaatan.
3.2.
Saran
Pengelolaan ekosistem mangrove perlu
dilakukan agar ekosistem mangrove dapat terjaga keberadaannya. Pengelolaann
ekosistem tidak dapat terlepas dan saling berkaitan dengan pembangunan dan
perkembangan di wilayah pesisir. Ekosistem mangrove merupakan bagian dari
ekosistem wilayah pesisir, sehingga dalam perencanaan dan pengelolaan harus
koordinasi, berintegrasi dan bersinergi dengan sektor lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan Dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Institut Pertanian Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Dahuri, R, dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT Pradnya Paramita
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
Mangrove (LPPM). 1998. Pengembangan peran
serta masyarakat dan Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan
Priyanto, E.B. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Mangrove di Kawasan
Pesisir Kabupaten Pemalang. Wet-land Indonesia
Saparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove.
Semarang : Dahara Prize
Ulqodry, T.Z. 2002. Gambaran Umum Potensi, Ancaman dan Upaya Perlindungan Ekosistem Hutan
Mangrove di Pesisir Timur Sembilang Sumatera Selatan. Palembang :
Universitas Sriwijaya
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta :
Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar