Kerusakan ekosistem
terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas manusia baik di daratan maupun
pada ekosistem pesisir dan lautan. Kegiatan manusia di daratan seperti
industri, pertanian, rumah tangga akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif
bukan saja pada perairan sungai tetapi juga pada ekosistem terumbu karang atau
pesisir dan lautan. Suatu kenyataan menunjukkan bahwa luasan terumbu
karang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan dan mengalami
kerusakan. Kondisi ini semakin lama semakin mengkhawatirkan dan apabila keadaan
ini tidak segera ditanggulangi akan membawa bencana besar bagi kehidupan biota
laut dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Menurut Ministery of State for Environment (1996) dari luas terumbu
karang yang ada di Indonesia sekitar 50.000 km2 diperkirakan hanya 7
% terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33 % baik, 46 % rusak dan 15 %
lainnya kondisinya sudah kritis (Supriharyono, 2000). Kerusakan terumbu karang
ini dipastikan sebagai akibat aktivitas manusia yang secara langsung dan tidak
langsung, sengaja atau tidak tanpa memperhitungkan dampak negatif yang mungkin
ditimbulkannya.
A. Peningkatan Industri dan Pemanasan Global
Bumi ini sebetulnya secara alami
menjadi panas karena radiasi panas matahari yang masuk ke atmosfer. Panas ini
sebagian diserap oleh permukaan Bumi lalu dipantulkan kembali ke angkasa.
Karena ada gas rumah kaca di atmosfer, di antaranya karbon dioksida (CO2),
metana (CH4), nitro oksida (N2O), sebagian panas tetap ada di atmosfer sehingga
Bumi menjadi hangat pada suhu yang tepat (60ºF/16ºC) bagi hewan, tanaman, dan
manusia untuk bisa bertahan hidup. Mekanisme inilah yang disebut efek gas rumah
kaca. Tanpa efek gas rumah kaca, suhu rata-rata di dunia bisa menjadi -18ºC.
Sayangnya, karena sekarang ini terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer,
terlalu banyak panas yang ditangkapnya. Akibatnya, Bumi menjadi semakin panas.
Pemanasan Global adalah
meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi Gas
Rumah Kaca di atmosfer. Pemansan global terjadi ketika ada
konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yg terus
bertambah di udara, hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan
industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon
dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas
dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.
Industri yang dapat meningkatkan gas
umah kaca antaralain ialah industri pertambangan, perternakan, pertanian,
pabrik-pabrik dan lain sebagainya.
Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi
industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan
pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah
kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol
Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah
gas-gas polutif yang
terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara
lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap”
sekarang berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah
akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti
mempercepat pemanasan global.
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi
energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh
negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar
fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah
wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu,
jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin,
biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan
bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam
perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk
bahan bakar fosil dan energi nuklir.
Pemanasan
global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik
(seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir,
peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna
tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi
aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi
kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan
sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap
permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e)
peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dan sebagainya.
Hal
yang menjadi pembahasan utama dalam makalah ini ialah dampak dari pemanasan
global terhadap pengasaman laut dan pengaruhnya terhadap kerusakan terumbu
karang.
A.
Pemanasan Global dan Pengasaman Laut
Lautan menyerap CO2 dari atmosfer sekitar 2,2 giga
ton per tahun atau 30 % dari total CO2 yang dihasilkan oleh
aktivitas manusia. CO2 yang masuk ke dalam laut berbentuk asam
karbonat (carbonat acid) yang akan membuat laut semakin asam. Hal ini akan
membuat pH air laut turun dan juga menurunkan konsentrasi ion karbonat.
Berkurangnya ion karbonat akan menurunkan kemampuan karang untuk membangun
kerangka dan strukturnya. Pertukaran CO2 di lautan dalam skala
global sebenarnya seimbang, akan tetapi pengaruh keadaan setempat seperti
fluktuasi suhu permukaan laut, tingkat kegaraman (salinitas), kecepatan angin,
kandungan CO2 di atmosfer dan lautan, reaksi kimia dengan spesies di
permukaan laut serta aktivitas biologi lautan mempengaruhi besarnya fluktuasi
CO2 antara lautan dan atmosfer.
Laut mempunyai arti penting dalam siklus karbon, karena siklus
karbon sebagian besar terjadi di laut. Menurut ahli biologi, hanya 10 % siklus
karbon yang terjadi di darat, sedangkan sisanya terjadi di laut. Arti penting
itu semakin disadari padacsaat ini, saat dimana isu pemanasan global menjadi
perhatian penting. Pemanasan Global (Global Warming) merupakan peningkatan suhu
rata-rata atmosfer, bumi, maupun lautan. Hal ini diakibatkan karena adanya
peningkatan atau pertambahan jumlah gas rumah kaca (GRK), antara lain karbon
monoksida (CO), CFC, O3, khususnya karbon dioksida. Pengasaman laut
merupakan konsekuensi langsung dari meningkatnya emisi karbon dioksida.
Pengasaman laut ialah perubahan kimia air laut akibat
peningkatan karbon dioksida di atmosfer. Karbon dioksida (CO2) yang
terserap oleh air laut inilah yang mengakibatkan perubaha kimia air laut.
Karbon dioksida dalam air dapat menimbulkan pembentukan asam karbonat (H2CO3),
sehingga menyebabkan pH laut turun sebesar 0,1 unit. Meskipun ini terlihat
seperti bukan sebuah perubahan besar, namun skala pH adalah skala logaritma.
Dengan demikian, 0,1 satuan perubahan pH diterjemahkan ke dalam peningkatan 30
% pada ion hidrogen. Bahkan diproyeksikan turun lagi sebesar 0,3-0,4 unit pada
akhir abad ini bila emisi gas CO2 terus bertambah.
Pergeseran zat-zat kimiawi dalam lautan tidak hanya meningkatkan
keasaman tetapi juga mengurangi ketersediaan ion karbonat yang banyak digunakan
hewan untuk membangun kerangka yang terbuat dari kalsium karbonat. Penurunan
ini membuat organisme seperti karang dan moluska berjuang untuk membangun dan
memelihara struktur pelindung mereka. Jika tekanan terhadap mereka besar, maka
kemungkinan kepunahan populasi tidak dapat terhindarkan, termasuk ekosistem
terumbu karang di Florida.
B.
Mekanisme Pengasaman Laut Dan Pengaruhnya Terhadap Terumbu
Karang
Pemanasan global atau biasa disebut
global warming merupakan suatu fenomena yang terjadi sejak ditemukannya mesin
uap oleh James Watt sehingga menyulut sebuah revolusi besar di Inggris, yaitu
Revolusi Industri. Secara singkat pemanasan global dapat diartikan sebagai
fenomena meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat gas rumah kaca yang
terus terakumulasi di atmosfer. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini
adalah karbon dioksida(CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur
dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen
Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin
ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan
CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati
akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer.
Global warming dan
pengasaman laut mempunyai hubungan yang sangat erat, dapat diibaratkan seperti
ini global warning membawa malapetaka di daratan, dan asidifikasi (pengasaman laut) membawa malapetaka bagi spesies laut. Global
warming juga berkontribusi terhadap meningkatnya permukaan air laut dan suhu
rata-rata air laut. Ocean
acidification (pengasaman
laut)
adalah istilah yang diberikan untuk proses turunnya kadar pH air laut yang kini
tengah terjadi akibat penyerapan karbon dioksida di atmosfer yang
dihasilkan dari kegiatan manusia (seperti penggunaan bahan bakar fosil). Air
laut bersifat sedikit basa dengan derajat keasaman (pH) sekitar 8,2 di dekat
permukaan air laut. sejauh ini sejumlah emisi karbon dioksida yang terlarut dalam
lautan menurunkan pH air laut sekitar 0,1 (berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh National Research Council).
Penurunan pH 0,1
berarti air menjadi 30 persen lebih asam dari kondisi sebelumnya. Jika carbon
dioksida terakumulasi secara terus-menerus, diperkirakan tingkat keasaman laut
akan turun menjadi 7,8 pada tahun 2100. Pada saat itu air akan menjadi 150
persen lebih asam dibandingkan pada tahun 1800. Tidak ada negosiasi dalam
perjanjian pembahasan khusus efek penyerapan karbon di lautan, di mana hasil
studi menunjukkan absorbsi karbon adalah kunci yang merusak makhluk berkerangka
keras di lautan. Karbon dioksida (CO2)
merupakan sumber utama yang menyebabkan laut kian asam. Oksida asam yang satu
ini dapat berasal dari berbagai aktifitas, diantaranya hasil buangan industry,
peternakan, kendaraan, pembukaan lahan; dapat dikatakan bahwa sesuatu yang
sifatnya menghasilkan energi sepertinya menghasilkan gas ini. Bahkan manusia
juga menyuplai CO2 melalui proses pernapasan.
Peningkatan suhu permukaan laut menyebabkan daya larut
(solubilitas)nya semakin berkurang. Dalam prosesnya, apabila tekanan parsial
gas karbon dioksida di atmosfer lebih tinggi dari tekanan di dalam air laut,
maka laut akan menyerap karbon. Artinya, bila suhu permukaan laut lebih rendah
dari atmosfer (konsentrasi gas CO2 lebih besar/jenuh di atmosfer,
maka pergerakan CO2 adalah dari atmosfer menuju laut. Sebaliknya,
laut akan melepas karbon bila tekanan parsial (tekanan yang diberikan oleh
komponen-komponen gas dalam campuran gas) gas karbon dioksida di dalam air laut
lebih tinggi dari tekanan di atmosfer.
Karbon dioksida (CO2) masuk dari atmosfer ke lautan
melalui bubble (media penghubung
pertukaran gas-gas antara laut dan atmosfer). Bubble ialah gelembung-gelembung air yang terbentuk akibat deburan
ombak. Banyak sedikitnya gelembung-gelembung dipengaruhi oleh kecepatan angin.
Hal inilah yang membuat kecepatan angin berpengaruh terhadap interaksi
pertukaran CO2 antara laut dan atmosfer. Kelarutan CO2 di
laut dipengaruhi oleh suhu permukaan air laut dan salinitasnya. Kecepatan
pertukaran gas antara lautan degan atmosfer dipengaruhi oleh suhu permukaan
laut dan kecepatan angin.
Karbon dioksida (CO2) yang diserap
oleh lautan dapat menjadi asam ketika bereaksi dengan air (H2O)
sehingga disebut oksida asam. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa asam karbonat (H2CO3)
yang merupakan asam lemah.
CO2(g) + H2O(l) H2CO3(aq)
Seperti
semua asam, asam karbonat kemudian melepaskan ion hidrogen (H+) ke
dalam lautan (spesi yang mengindikasikan larutan bersifat asam menurut teori
Asam Basa Arrhenius).
H2CO3(aq) H+(aq) + HCO3-(aq)
Keasaman
air laut ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen. Oleh karena itu, peningkatan
ion hidrogen dari pnyerapan karbon dioksida menurunkan pH laut dan meningkatkan
keasamannya. Selain melepaskan ion hidrogen, asam karbonat juga membentuk ion
bikarbonat (HCO3-).
Karbonat dan ion bikarbonat sebenarnya berada dalam kesetimbangan satu sama
lainnya. Namun saat CO2 berlebih memasuki lautan, maka akan
menghasilkan banyak ion bikarbonat sehingga terjadi pergeseran kesetimbangan
pada ion karbonat. Proses ini menghabiskan jumlah ion karbonat yang tersedia
bagi kehidupan laut.
Air laut menjadi kekurangan persediaan
karbonat akibat pembentukan ion bikarbonat. Padahal ion karbonat merupakan zat
yang digunakan oleh puluhan riu spesies hewan laut untuk membentuk cangkang dan
tulang (kerangka) serta karang. Jika keasaman lautan cukup tinggi, air laut
menjadi korosif dan melarutkan cangkang, melemahkan pertumbuhan hewan lautdan
terumbu karang beserta jutaan spesies yang bergantung padanya.
Reaksi pembentukan karang dan cangkang adalah sebagai berikut :
Ca2+ +CO32- CaCO3 (kalsium karbonat/ zat
kapur)
Kalsifikasi
merupakan proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan rangka karang yang
terjadi pada bagian ektodermis (calicoblastic layer). Pada kenyataannya, proses
kalsifikasi ini sangat dipengaruhi oleh kadar karbon di perairan derajat
keasaman (pH).
Dimana Ca2+ yang dibutuhkan untuk proses ini berasal dari
lingkungan perairan sendiri. Sedangkan apabila jumlah karbon yang masuk ke
perairan laut semakin bertambah dan semakin banyak, maka ion Ca2+
yang dibutuhkan oleh karang untuk proses kalsifikasi (pembentukan kerangka
kapur) dan makhluk hidup bercangkang lainnya akan semakin berkurang akibat
pengikatan Ca2+ oleh ion H+ untuk menjaga pH air laut
agar tetap basa (mengingat air laut sebagai penyangga terbesar).
Jika
suplai karbonat berkurang, maka karang harus mengeluarkan energi yang lebih
banyak untuk mengumpulkan ion tersebut. Bahkan bukan hanya melemahkan
pertumbuhan karang, jika keasaman laut cukup tinggi, air laut akan menjadi
korosif dan melarutkan cangkang atau kerangka kapur.
Seperti pada gambar di
atas, pada lapisan calicoblastic layer (yaitu lapisan di mana kerangka kapur
mengalami pembentukan), terdapat mitokondria yang berfungsi mengahasilkan energi
yang berguna bagi karang untuk mentrasfer ion H+ yang bersifat asam
ke lapisan coelenteron yang berada di atasnya. Hal tersebut dilakukan untuk
mejaga agar pH pada lapisan calicoblastic layer tetap basa agar pembentukan
kerangka kapur dapat terus berlangsung, mengingat bahwa pH asam akan sangat
korosif dan dapat melarutkan atau meruntuhkan CaCO3 di dalam
kerangka kapur sehingga pembentukan kerangka kapur akan sangat sulit terjadi
bahkan tidak akan berlangsung.
C.
Contoh
Kasus
Jurnal : “Decadal
Changes in Oyster Reefs in The Big Bend of Florida’s Gulf Coast”
(Perubahan (dalam sepuluh
tahun terakhir) terhadap Terumbu Karang dan Tiram di Big Bend, Pesisir Teluk
Florida)
Contoh kasus tersebut
merupakan contoh terjadinya kerusakan terumbu karang dan tiram-tiraman di
daerah Big Bend, Florida, Amerika Serikat akibat pengasaman laut oleh kegiatan
industri. Penulis melakukan di daerah Big Bend,
Florida yang membentang sepanjang wilayah pesisir Cedar Key (Horseshoe Beach,
Florida). Dalam jurnalnya penulis membangun peta batas spasial dan kondisi
relatif sumber daya terumbu karang dan tiram selama periode 29 tahun tersebut.
Hal ini dilakukan untuk memberikan perkiraan perubahan spasial luasnya terumbu
dan tiram, jenis terumbu dan tiram, serta struktur populasi (kematian terumbu
karang dan tiram).
Dengan diketahui data
mengenai pH dari beberapa tahun terakhir dan perubahan spasial luasnya terumbu dan tiram, jenis terumbu dan tiram,
serta struktur populasi (kematian terumbu karang dan tiram), maka dapat
diketahui seberapa jauh pemanasan global, khususnya pengasaman laut telah
mempengaruhi ekosistem terumbu karang di Florida.
Amerika Serikat adalah penyumbang terbesar untuk pemanasan
global, memiliki tanggung jawab untuk hampir seperempat dari semua emisi karbon
yang dibuat manusia. Setiap hari, Amerika rata-rata menyumbangkan sekitar 118
pon karbon dioksida ke atmosfer (sebagian besar hasil industri dan kegiatan
yang menggunakan bahan bakar fosil). Secara tahunan, rata-rata Amerika
menambahkan 22 ton karbon dioksida ke atmosfer. Pada tahun 2003, Amerika
memproduksi 6,5 milyar dari 27,7 miliar ton karbon dioksida yang dihasilkan,
dan angka ini bertambah setiap tahunnya.
Florida, sebuah negara bagian di AS yang terletak di Tenggara
Amerika Serikat, berbatasan dengan Albama dan Georgia. Terletak pada 24o
27’ LU – 31oLU dan 80o 02’ BB – 87o BB.
Sebagian besar wilayah Florida berupa semenanjung yang dibatasi oleh Teluk
Meksiko dan Samudera Atlantik. Florida memiliki terumbu karang yang paling luas
di seluruh Amerika Serikat (terbesar ketiga di dunia).
Oleh karena itu, pemanasan global sangat berpengaruh pada wilayah
Florida, terutama pengaruh kondisi pengasaman laut terhadap ekosistem terumbu
karang dan sumber daya lautnya. Pemanasan global memberikan konstribusi
terhadap ancaman kehidupan laut dan pesisir Florida.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Proses
Pengasaman Laut. http://oseanografi.wordpress.com.
Dikases tanggal 8/04/2012/pukul 21.00 WIB
Anonim. 2008. Asidifikasi
Lautan. http://blogtrikdantips.blogspot.com.
Dikases tanggal 8/04/2012/pukul 20.00 WIB
Anonim. 2011. Lautan
Mengasam : Terumbu Karang Butuh Perlindungan. http://agentpantaicarita.wordpress.com.
Diakses tanggal 8/04/2012/pukul 08.00 WIB
Dewi. 2009. Pengasaman
Laut Mengancam Organisme Lautan. http://www.goblue.or.id.
Dikases tanggal 8/04/2012/pukul 20.00 WIB
Feely,
Richard. A, dkk. 2006. Carbon Dioxide and
Our Ocean Legacy. San
Marcos : California State University
Mardesyawati, Aar. 2011. Siklus
Karbon di Laut. http://www.beritadaerah.com.
Dikases tanggal 8/04/2012/pukul 21.00 WIB
NDRC. 2007. Global
Warming’s Effect on Florida’s Oceans and Coasts Demand Immediate Action.
United States : Florida
Safrizal, Rino. 2011. Asidifikasi
Lautan dan Dampaknya Terhadap Terumbu Karang. http://downloadmaterikimia.blogspot.com.
Diakses tanggal 8/04/2012/pukul 21.30 WIB
Seavey,
J.R, dkk. 2011. Decadal Changes in Oyster
Reefs in The Big Bend of Florida’s Gulf Coast. United States : Florida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar